Nama : Hesti Avriani
NPM :
23211370
Kelas : 2EB10
Hukum Perikatan
Kerangka Tulisan
a. Definisi
Hukum Perikatan
b. Macam-macam
Perikatan
c. Unsur-unsur
Perikatan
d. Dasar
Hukum Perikatan
e. Asas-asas
dalam Hukum Perikatan
f. Wansprestasi
dan Akibatnya
g. Hapusnya
Perikatan
h. Daftar
Pustaka
A.
Definisi
Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda
disebut “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur
hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti, hal yang mengikat
orangyang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut
kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat
berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat
berupa keadaan, misalnya, letak pekarangan yang berdekatan,letak rumah yang
bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat
itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang
atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian,
perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut
hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah
adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau
lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak
lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini
merupakan suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa
hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui
bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of
property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga
(family law), dalam bidang hukum waris (law of
succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal law).
Beberapa sarjana juga telah
memberikan pengertian mengenai perikatan, yaitu :
a. Menurut
Pitlo, pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta
kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak
(kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
b. Menurut
Hofmann, pengertian perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah
terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang
daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap
menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas
sikap yang demikian itu.
c. Menurut Vollmar, Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa
perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi
yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan
hakim.
Istilah perikatan sudah tepat sekali
untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam
bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah
hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah
dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian
perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal
yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita.
Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu
perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah
demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Di dalam hukum perikatan, terdapat
sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan sistem terbuka adalah setiap
orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada
perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur
dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan
berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar
hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan
untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan
perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya
positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak
melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya,
perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi
sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
B. Macam-Macam Perikatan
a. Perikatan
bersyarat (Voorwaardelijk)
Suatu
perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari, yang masih
belum tentu akan atau tidak terjadi.
b. Perikatan
yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (Tijdsbepaling)
Perbedaan
antara perikatan bersyarat dengan ketetapan waktu adalah di perikatan
bersyarat, kejadiannya belum pasti akan atau tidak terjadi. Sedangkan pada
perikatan waktu kejadian yang pasti akan datang, meskipun belum dapat
dipastikan kapan akan datangnya.
c. Perikatan
yang membolehkan memilih (Alternatief)
Dimana
terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang
diserahkan yang mana yang akan ia lakukan.
d. Perikatan
tanggung menanggung (Hoofdelijk atau Solidair)
Dimana
beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu
orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Sekarang ini sedikit sekali yang
menggunakan perikatan type ini.
e. Perikatan
yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Tergantung
pada kemungkinan bias atau tidaknya prestasi dibagi. Pada hakekatnya tergantung
pada kehendak kedua belak pihak yang membuat perjanjian.
f. Perikatan
tentang penetapan hukuman (Strafbeding)
Suatu
perikatan yang dikenakan hukuman apabila pihak berhutang tidak menepati
janjinya. Hukuman ini biasanya ditetapkan dengan sejumlah uang yang merupakan
pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh pihak-pihak
pembuat janji.
C. Unsur-unsur Perikatan
a. Hubungan
hukum
Maksudnya
adalah bahwa hubungan yang terjadi dalam lalu lintas masyarakat, hukum
melekatkan hak pada satu pihak dan kewajiban pad apihak lain dan apabila salah
satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka hukum dapat memaksakannya.
b. Harta
kekayaan
Maksudnya
adalah untuk menilai bahwa suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan, yang
dapat dinilai dengan uang. Hal ini yang membedakannya dengan hubungan hukum
dibidang moral (dalam perkembangannya, ukuran penilaian tersebut didasarkan
pada rasa keadilan masyarakat).
c. Para
pihak adalah Pihak yang berhak atas prestasi = kreditur, sedangkan yang wajib
memenuhi
prestasi =
debitur.
d. Prestasi
(pasal 1234 KUH Perdata), prestasi yaitu :
·
Memberikan sesuatu.
·
Berbuat sesuatu.
·
Tidak berbuat sesuatu.
D. Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar
hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai
berikut :
1. Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian),
2. Perikatan
yang timbul dari undang-undang,
Perikatan
yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH
Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari
undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat
perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan
terjadi karena undang-undang semata
Perikatan
yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku
III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara
orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum
tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan.
Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat
pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen)
menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat),
penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal
termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b.
Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming).
Sumber perikatan berdasarkan
undang-undang :
1. Perikatan
( Pasal 1233 KUH Perdata ) :
Perikatan,
lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan
untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu.
2. Persetujuan
( Pasal 1313 KUH Perdata ) :
Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang
( Pasal 1352 KUH Perdata ) :
Perikatan
yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari
undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
E.
Asas-asas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas
dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas
kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
a. Asas
Kebebasan Berkontrak
Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan
bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b. Asas
Konsensualisme
Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas.
Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320
KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1. Kata Sepakat
antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para pihak yang
mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling
setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan
tersebut.
2.
Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat suatu
perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah
dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3.
Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya
apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga)
atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak,
sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4.
Suatu sebab yang Halal
Suatu sebab yang halal, artinya isi
perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh
undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
F.
Wansprestasi dan Akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah
satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun
bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan
apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat wansprestasi berupa
hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat
digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :
1. Membayar
Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi
sering diperinci meliputi tinga unsur, yakni :
a.
Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang
nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b.
Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang
kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c.
Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan
keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan
Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam
pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH
Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa
kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan
Risiko
Peralihan
risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di
luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek
perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
G. Hapusnya
Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika
memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10
(sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran
merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
b. Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c. Pembaharuan
utang;
d. Perjumpaan
utang atau kompensasi;
e. Percampuran
utang;
f. Pembebasan
utang;
g. Musnahnya
barang yang terutang;
h. Batal/pembatalan;
i. Berlakunya
suatu syarat batal;
j.
Lewat waktu.
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar