Audit
Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan
untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik
adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.Menurut Association of Certified
Fraud Examiners (ACFE), forensic accounting / auditing merujuk kepada fraud
examination. Dengan kata lain keduanya merupakan hal yang sama, yaitu:
“Forensic accounting is the application of accounting,
auditing, and investigative skills to provide quantitative financial
information about matters before the courts.”
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari
Journal of Forensic Accounting (JFA) “Akuntansi forensik adalah akuntansi yang
akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam
kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan
judicial atau administratif”. Dengan demikian, Audit Forensik bisa
didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di
lapangan dengan criteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif
yang bisa digunakan di muka pengadilan.
Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi
untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik
adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak kriminal dan untuk
memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di pengadilan. Audit
Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit
forensik digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya
fraud atau kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan
ketika ada indikasi (bukti) awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan
menghasilkan “red flag” atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal ini, audit
forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan dilakukan.
Tujuan Audit Forensik
Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau
mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk
melaksanakan audit forensik telah tumbuh pesat. Untuk
mendukung proses identifikasi alat bukti dalam waktu yang relatif cepat, agar
dapat diperhitungkan perkiraan potensi dampak yang ditimbulkan akibat perilaku
jahat yang dilakukan oleh kriminal terhadap korbannya, sekaligus mengungkapkan alasan
dan motivitasi tindakan tersebut sambil mencari pihak-pihak terkait yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan perbuatan tidak
menyenangkan dimaksud.
Praktik Ilmu Audit Forensik
1.
Penilaian risiko fraud
Penilaian risiko terjadinya fraud
atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit forensic yang paling luas. Dalam
praktiknya, hal ini juga digunakan dalam perusahaan-perusahaan swasta untuk
menyusun sistem pengendalian intern yang memadai. Dengan dinilainya risiko
terjadinya fraud, maka perusahaan untuk selanjutnya bisa menyusun sistem yang
bisa menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya fraud tersebut.
2.
Deteksi dan investigasi fraud
Dalam hal ini, audit forensik
digunakan untuk mendeteksi dan membuktikan adanya fraud dan mendeteksi
pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak secara hukum yang berlaku.
Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah korupsi, pencucian uang,
penghindaran pajak, illegal logging, dan sebagainya.
3.
Deteksi kerugian keuangan
Audit forensik juga bisa
digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian keuangan negara yang
disebabkan tindakan fraud.
4.
Kesaksian ahli (Litigation
Support)
Seorang auditor forensik bisa
menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor Forensik yang berperan sebagai saksi
ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya terkait kasus yang dihadapi. Tentunya
hal ini dilakukan setelah auditor menganalisa kasus dan data-data
pendukung untuk bisa memberikan penjelasan di muka pengadilan.
5.
Uji Tuntas (Due diligence)
Uji tuntas atau Due diligence adalah istilah yang
digunakan untuk penyelidikan guna penilaian kinerja perusahaan atau seseorang ,
ataupun kinerja dari suatu kegiatan guna memenuhi standar baku yang ditetapkan.
Uji tuntas ini biasanya digunakan untuk menilai kepatuhan terhadap hukum atau
peraturan.
Dalam praktik di
Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor BPK, BPKP, dan KPK (yang
merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat CFE (Certified Fraud
Examiners). Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat legal untuk audit
forensik dalam lingkungan publik. Oleh karena itu, ilmu audit forensik dalam
penerapannya di Indonesia hanya digunakan untuk deteksi dan investigasi fraud,
deteksi kerugian keuangan, serta untuk menjadi saksi ahli di pengadilan.
Sementara itu, penggunaan ilmu audit forensik dalam mendeteksi risiko fraud dan
uji tuntas dalam perusahaan swasta, belum dipraktikan di Indonesia.
Penggunaan audit forensik oleh BPK maupun KPK ini ternyata terbukti memberi
hasil yang luar biasa positif. Terbukti banyaknya kasus korupsi yang terungkap
oleh BPK maupun KPK. Tentunya kita masih ingat kasus BLBI yang diungkap BPK.
BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari
total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun. Temuan tersebut berimbas pada diadilinya
beberapa mantan petinggi bank swasta nasional. Selain itu juga ada audit
investigatif dan forensik terhadap Bail out Bank Century yang dilakukan BPK
meskipun memberikan hasil yang kurang maksimal karena faktor politis yang
sedemikian kental dalam kasus tersebut.
Gambaran Proses Audit Forensik
·
Identifikasi masalah
Dalam tahap ini, auditor melakukan pemahaman awal
terhadap kasus yang hendak diungkap. Pemahaman awal ini berguna untuk
mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup sehingga audit bisa dilakukan
secara tepat sasaran.
·
Pembicaraan dengan klien
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pembahasan
bersama klien terkait lingkup, kriteria, metodologi audit, limitasi, jangka
waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk membangun kesepahaman antara
auditor dan klien terhadap penugasan audit.
·
Pemeriksaan pendahuluan
Dalam tahap ini, auditor melakukan pengumpulan data
awal dan menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahulusan bisa dituangkan
menggunakan matriks 5W + 2H (who, what, where, when, why, how, and how much).
Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H (who, what,
where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini auditor akan menentukan
apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.
·
Pengembangan rencana pemeriksaan
Dalam tahap ini, auditor akan menyusun dokumentasi
kasus yang dihadapi, tujuan audit, prosedur pelaksanaan audit, serta tugas
setiap individu dalam tim. Setelah diadministrasikan, maka akan dihasilkan
konsep temuan. Konsep temuan ini kemudian akan dikomunikasikan bersama tim
audit serta klien.
·
Pemeriksaan lanjutan
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pengumpulan
bukti serta melakukan analisa atasnya. Dalam tahap ini lah audit sebenarnya
dijalankan. Auditor akan menjalankan teknik-teknik auditnya guna
mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.
·
Penyusunan Laporan
Pada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan
laporan hasil audit forensik. Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang
harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain adalah:
a.
Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.
b.
Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan.
Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut
disebut sebagai temuan.
c.
Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya
mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud
tersebut.
Kualitas akuntan
forensik
Robert J.
Lindquist membagikan kuestioner kepada staf Peat Marwick
Lindquist Holmes,
tentang
kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang akuntan forensic, ialah :
-
Kreatif
Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis
yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan
merupakan situasi bisnis yang normal.
-
Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian
peristiwa dan situasi.
-
Tak menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah)
tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
-
Akal sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang
menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan.
-
Business sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan bukan
sekedar memahami bagaimana transaksi di catat.
-
Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat bertahan di
bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan
pembela).
Pada
prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu memahami tentang
akuntansi forensik ini, untuk memahami apa yang ada di balik laporan keuangan
debitur, apa yang dibalik laporan hasil analisis yang disajikan. Hal ini tentu
saja, dimaksudkan agar segala sesuatu dapat dilakukan pendeteksian sejak dini,
agar masalah tidak terlanjur melebar dan sulit diatasi. Apabila anda sebagai
pimpinan unit kerja, atau pimpinan perusahaan, yang mengelola risiko, yang
dapat mengakibatkan risiko finansial, mau tak mau anda harus mengenal dan
memahami akuntansi forensik ini, sehingga anda bisa segera mengetahui ada yang
tidak beres dalam analisa atau data-data yang disajikan.
Penerapan Audit
Forensik
a.
Kecurangan bisnis atau kecurangan pegawai:
# Transaksi tidak sah.
# Manipulasi laporan keuangan,
dsb.
b.
Investigasi kasus kriminal:
# Money-laundering.
# Kejahatan asuransi.
c.
Perselisihan antar pemegang saham atau partnership.
d.
Kerugian bisnis atau perusahaan.
e.
Perselisihan perkawinan.
Ref :
rifkialparisi22accounting.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar