I.
Pengertian
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran
negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan
APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
II.
Perkembangan Dana Pembangunan Indonesia
Secara gari besar APBN terdiri dari pospos seperti dibawah ini :
·
Dari sisi penerimaan,
terdiri dari pos penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan,
·
Sedangkan dari sisi pengeluaran
terdiri dari pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
APBN disusun agar pengalokasian dana pembangunan dapar berjalan dengan
memperhatikan prinsip berimbang dan dinamis. Hal tersebut perlu diperhatikan
mengingat tabungan pemerintah yang berasal dari selisih antara penerimaan dalam
negeri dengan pengeluaran rutin, belum sepenuhnya menutupi kebutuhan biaya
pembangunan Indonesia.
Meskipun dari PELITA ke PELITA jumlah tabungan pemerintah sebagai sumber
pembiayan pembangunan terbesar, terus mengalami peningkatan, namun
kontribusinya terhadap keseluruhan dana pembangunan yang dibutuhkan masih jauh
yang diharapkan. Dengan kata lain ketergantungan dana pembangunan terhadap
sumber lain, dalam hal ini pinjaman luar negeri, masih cukup besar. Namun
demikian mulai tahun terakhir PELITA I, prosentase tabungan pemerintah sudah
mulai besar dibanding pinjaman luar negeri.
Hal ini tidak terlepas dari peranan sektor migas yang saat itu sangat
dominan, serta dengan dukungan beberapa kebijaksanaan pemerintah dalam masalah
perpajakan dan uapaya peningkatan penerimaan negara lainnya. Untuk menghindari
terjadimya defisit anggaran pembangunan, Indonesia masih mengupayakan sumber
daya dari luar negeri, dan meskipun IGGI (Inter Govermmental Group On Indonesia)
bukan lagi menjadi forum internasional yang secara formal membantu pembiayaan
pembangunan di Indonesia, namun dengan lahirnya CGI (Consoltative Group On
Indonesia) kebutuhan pinjaman luar negeri sebagai dana pembangunan masih dapat
diharapkan.
III.
Proses penyusunan Anggaran
Pemerintah (Presiden dibantu para menteri, terutama
Menteri Keuangan) menyusun RABPN berdasarkan asumsi-asumsi, yaitu tentang :
- Kondisi ekonomi makro seperti Produk Domestik Bruto (PDB) menurut harga yang berlaku,
- Pertumbuhan ekonomi,
- Inflasi,
- Nilai tukar rupiah,
- Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan,
- Harga minyak internasional,
- Serta produksi minyak dalam negeri.
Dalam menyusun RAPBN digunakan azas
kemandirian, azas penghematan, azas penajaman prioritas pembangunan.
RAPBN oleh pemerintah diajukan ke
DPR dan dilakukan pembahasan dengan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak
yang berkompeten sesuai bidang masing-masing. Jika telah disetujui, DPR akan
mengesahkan RAPBN menjadi APBN. Hak DPR untuk menetapkan anggaran negara
disebtut Hak Budget. Namun jika tidak ditemukan kesepakatan tentang RAPBN, DPR
menetapkan APBN tahun lalu sebagai APBN tahun berjalan.
IV.
Perkiraan
Penerimaan Negara
Secara garis besar sumber penerimaan
negara berasal dari :
a. Penerimaan
Dalam Negeri
Pertama, penerimaan dalam negeri, untuk
tahun-tahun awal setelah masa pemerintahan Orde Baru masih cukup menggantungkan
pada penerimaan dari ekspor minyak bumi dan gas alam. Hal ini dapat dilihat di
tabel :
Perbandingan Sumber Penerimaan Dalam
Negeri, PELITA I – III (dalam persentase)
Periode
|
Penerimaan
dari sektor migas
|
Peneriman
dari sektor non-migas
|
Penerimaan
bukan pajak
|
Penerimaan
total
|
PELITA I
(1969/70 –
1973/74)
|
35.5 %
|
59.3%
|
5.0 %
|
100 %
|
PELITA II
(1974/75 –
1978/79)
|
55.1 %
|
40.7 %
|
4.2 %
|
100 %
|
PELITA III
(1979/80 –
1983/84)
|
67.2 %
|
29.6 %
|
3.2 %
|
Namun dengan mulai tidak menentunya
harga minyak dunia, maka mulai disadari bahwa ketergantungan penerimaan dari
sektor migas perlu dikurangi. Untuk keperluan itu, maka pemerintah menempuh
beberapa kebijaksanaan diantaranya :
-
Deregulasi bidang Perbankan (1 Juni 1983), yakni
dengan mengurangi peran bank sentral, serta lebih memberi hak kepada bank
pemerintah maupun swasta untuk menentukan suku bunga deposito dan pinjaman
sendiri. Dampak dari deregulasi ini adalah meningkatnya tabungan masyarakat,
-
Deregulasi
bidang perpajakan (UU baru, 1 Januari 1984) untuk memperbaiki penerimaan
negara,
-
Kebijaksanaan-kebijaksanaan lain yang selanjutnya
dapat menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan mantap.
b. Penerimaan
pembangunan
Meskipun telah ditempuh berbagai
upaya untuk meningkatkan tabungan pemerintah, namun karena lau pembangunan yang
demikian cepat, maka dana tersebut masiih perlu dilengkapi dengan dan ditunjang
dengan dana yang berasal dari luar negeri. Meskipun untuk selanjutnya bantuan luar
negeri (hutang bagi Indonesia) tersebut semakin meningkat jumlahnya, namun
selalu diupayakan suatu mekanisme pemanfaatan dengan prioritas sektor-sektor
yang telah produktif. Dengan demikian bantuan luar negeri tersebut dapat
dikelola dengan baik (terutama dalam hal pengembalian cicilan pokok dan
bunganya).
V.
Perkiraan
Pengeluaran Negara
Secara garis
besar,pengeluaran Negara dikelompokkan menjadi dua yakni :
a.
Pengeluaran Rutin Negara
Pengeluaran Rutin
Negara adalah pengeluaran yang dapat dikatakan selalu ada dan telah terencana
sebelumnya secara rutin, diantaranya:
-
Pengeluaran untuk belanja pegawai,
-
Pengeluaran untuk belanja barang,
-
Pengeluaran untuk subsidi daerah otonom,
-
Pengeluaran untuk membayar bunga dan
cicilan hutang,
-
Pengeluaran lain-lain.
b.
Pengeluaran Pembangunan
Secara garis
besar,yang termasuk dalam pengeluaran pembangunan diantaranya adalah:
-
Pengeluaran pembangunan untuk berbagai
departemen/lembaga Negara, diantaranya untuk membiayai proyek-proyek
pembangunan sektoral yang menjadi tanggung jawab masing-masing departemen/lembaga
Negara bersangkutan,
-
Pengeluaran pembangunan untuk anggaran
pembangunan daerah( Dati I dan II ),
-
Pengeluaran pembangunan lainnya.
VI.
DASAR PERHITUNGAN PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARA
Untuk memperoleh
hasil perkiraan penerimaan Negara, ada beberapa hal pokok yang harus diperhatikan.
Hal-hal tersebut adalah :
a.
Penerimaan Dalam Negeri dari Migas
Faktor-faktor
yang dipertimbangkan adalah :
-
Produksi minyak rata-rata per hari,
-
Harga rata-rata ekspor minyak mentah.
b.
Penerimaan Dalam Negeri diluar Migas
Faktor-faktor
yang dipertimbangkan adalah :
-
Pajak Penghasilan,
-
Pajak Pertambahan Nilai,
-
Bea Masuk,
-
Cukai,
-
Pajak Ekspor,
-
Pajak Bumi dan Bangunan,
-
Bea Materai,
-
Pajak lainnya,
-
Penerimaan bukan pajak,
-
Penerimaan dari hasil penjualan BBM.
Daftar
Pustaka
www.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar