Minggu, 24 Juni 2012

Kebijaksanaan Pemerintah


I.                  Kebijaksanaan Perekonomian Indonesia selama :

a.       Periode 1966 – 1969

Kebijaksanaan perekonomian Indonesia selama periode 1966 – 1969 ini adalah pembersihan proses-proses kebijakan orde lama yang tidak efisien dan efektif terutama dari faham-faham komunisme.

-          Titik berat pada periode 1966 – 1969 :
·         Penurunan tingkat inflasi.
·         Proses produksi yang tidak efektif dan efisien.
·         Penggunaan pendapatan yang lebih efektif dan efisien untuk menunjang proses pembangunan.

-          Kebijakan perekonomian Indonesi selama periode 1966-1969

Rencana pembangunan nasional semesta berencana (PNSB) 1961-1969 ini disusun berlandasarkann “Manfesto Politik 1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dengan azas ekonomi terpimpin.

Faktor yang menghambat atau kelemahannya antara lain :

1.  Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim. Defisit anggaran yang terus meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi.
2.  Kondisi ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia sudah terkucilkan karena sikapnya yang konfrontatif.
3.   Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat rongrongan dari golongan kekuatan politik “kontra-revolusi” (Muhammad Sadli, Kompas, 27 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).

Beberapa kebijaksanaan ekonomi – keuangan :

1.    Dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961: Bank Indonesia dilarang menerbitkan laporan keuangan/ statistik keuangan, termasuk analisis dan perkembangan perekonomian Indonesia.
2.    Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno memproklamirkan berlakunya Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963 pemerintah menetapkan berbagai peraturan negara di bidang perdagangan dan kepegawaian.
3.    Pokok perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun nampaknya perhatian ini diberikan dalam rangka penguasaan wewenang mengelola moneter di tangan penguasa. Hal ini nampak dengan adanya dualisme dalam mengelola moneter. (Suroso, 1994).

b.      Periode Pelita I   (1 April 1969 – 31 Maret 1974)

Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.

-          Tujuan Pelita I

Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.

-          Sasaran Pelita I

Pangan, sandang,  perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.

-          Titik Berat Pelita I

Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.

Menurut peraturan pemerintah no.16 tahun 1970 kebijakan pemerintah tentang perekonomian membicarakan tentang penyempurnaan tata niaga ekspor dan impor. Peraturan pemerintah pada bulan agustus 1971 membahas tentang devaluasi rupiah terhadap dollar amerika dengan memfokuskan pada beberapa sasaran, yakni kestabilan harga pokok, peningkatan nilai ekspor, kelancaran impor, penyebaran barang di dalam negeri.

Rencana pembangunan lima tahun yang pertama ini menitikberatkan pada sektor pertanian serta industri yang (langsung)  mendukung sektor pertanian (misalnya pabrik pupuk dan alat alat pertanian).

c.       Periode Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)

Menitikberatkan pada sektor pertanian, dengan meningkatkan industri yang mengelola bahan mentah menjadi bahan baku (misal: karet, minyak, kayu, timah). Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja. Fokus pembangunan ini di fokuskan pada pengkreditan untuk mendorong eksportir kecil dan menengah serta mendorong pengusaha kecil atau ekonomi menengah dengan kredit investasi kecil (KIK).

Adapun kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah dalam pelita II ini adalah dengan melakukan penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing di pasar dunia. Penggalakan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam negeri, yang menghasilakn cadangan devisa naik dari $ 1,8 milyar menjadi $ 2,58 milyar dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar pada periode pelita II tersebut. Sedangkan kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing komoditi ekspor karena tingkat rata-rat inflasi 34%, resesi dan krisis dunia tahun 1979, serta penurunan bea masuk impor komoditi bahan dan peningkatan bea masuk komoditi impor lainnya.

Namun dengan adanya pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.

d.      Periode Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)

Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pelita III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta menignkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.

Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut:

1.    Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3.      Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

e.       Periode Pelita IV  (1 April 1984 – 31 Maret 1989)

Menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun  industri ringan. Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.

Adapun contoh dari kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam pelita IV ini adalah sebagai berikut:

-          Kebijakan Inpres No. 5 tahun 1985, yakni meningkatkan ekspor non migas dan pengurangan biaya tinggi dengan :
1.      Pemberantasan pungli.
2.      Mempermudah prosedur kepabeanan.
3.      Menghapus dan memberantas biaya siluman.
-        Paket Kebijakan 6 Mei (PAKEM): mendorong sektor swasta dibidang ekspor dan penanaman modal.
-    Paket Devaluasi 1986 : karena jatuhnya harga minyak dunia yang didukung dengan kebijakan pinjaman luar negeri.
-       Paket Kebijakan 25 Oktober 1986 : deregulasi bidang perdagangan, moneter, dan penanaman modal dengan cara :
1.      Penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku.
2.      Proteksi produksi yang lebih efisien.
3.      Kebijakan penanaman modal.
-     Paket Kebijakan 15 Januari 1987, yakni peningkatan efisiensi, inovasi, dan produktivitas beberapa sektor industri (menengah ke atas) guna meningkatkan ekspor non migas, adapun langkah-langkahnya:
1.      Penyempurnaan dan penyederhanaan ketentuan impor.
2.      Pembebasan dan keringanan bea masuk.
3.      Penyempurnaan klasifikasi barang.
4.      Paket Kebijakan 24 Desember 1987 (PAKDES) adalah restrukturisasi bidang ekonomi dalam rangka memperlancar perijinan (deregulasi).
5.      Paket 27 Oktober 1988 : kebijakan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat untuk biaya pembangunan.
6.      Paket Kebijakan 21 November 1988 (PAKNOV) yakni deregulasi dan debirokratisasi bidang perdagangan dan hubungan laut.
7.      Paket Kebijakan 20 Desember 1988 (PAKDES), yakni kebijakan dibidang keuangan dengan memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif, juga berisi mengenai deregulasi dalam hal pendirian perusahaan asuransi.

f.       Periode Pelita V

Menitikberatkan sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat mengahsilkan mesin mesin industri.

Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Pengarahan pada pengawasan, pengendalian dan upaya produktif untuk mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, yakni kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

II.                KEBIJAKSANAAN MONETER

-  Merubah Prosentase Cadangan Minimal yang Harus Dipenuhi oleh Setiap Bank Umum 2. Kebijaksanaan Moneter Kualitatif Dengan mengatur dan menghimbau pihak bank umum/lembaga keuangan lainnya, baik manajemennya maupun produk yang ditawarkan kepada masyarakat guna mendukung kebijaksanaan moneter kuantitatif yang sedang dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
-        Merubah Tingkat Suku Bunga Diskonto.
-        Dengan melakukan Operasi Pasar Terbuka.
-   Kebijaksanaan moneter ini dijalankan oleh Pemerintah melalui Lembaga Keuangan, yaitu Bank Indonesia. Bank Indonesia adalah Satu-satunya Bank Sentral yang memiliki tugas :
1.  Membantu pemerintah dalam mengelola (menyimpan dan meminjami) dana pemerintah yang akan digunakan untuk pembangunan.
2. Membantu para bank umum dalam kegiatan operasional dana yang dimiliki atau dibutuhkannya.
3. Sebagai Lembaga Pengawasan Kegiatan Lembaga Keuangan, Mengawasi produk-produk yang dikeluarkan oleh masing-masing Lembaga keuangan yang dapat mempengaruhi iklim investasi dan peredaran uang.
4.   Lembaga pengawas kegiatan ekonomi di Sektor Luar Negeri 5. Memperlancar kegiatan perekonomian dengan cara mencetak uang kartal (logam dan kertas).
Kebijaksanaan Moneter dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
-          Kebijaksanaan Moneter Kuantitatif Dijalankan dengan mengatur uang beredar dan tingkat suku bunga dari segi kualitasnya. Kebijaksanaan ini dijalankan dengan 3 cara, yaitu : Merubah Tingkat Suku Bunga Diskonto, Dengan melakukan Operasi Pasar Terbuka , Merubah Prosentase Cadangan Minimal yang Harus Dipenuhi oleh Setiap Bank Umum.
-          Kebijaksanaan Moneter Kualitatif Dengan mengatur dan menghimbau pihak bank umum/lembaga keuangan lainnya, baik manajemennya maupun produk yang ditawarkan kepada masyarakat guna mendukung kebijaksanaan moneter kuantitatif yang sedang dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

III.             Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal Suatu tindakan pemerintah dalam mengatur perekonomian melalui anggaran belanja Negara, biasanya dikaitkan dengan masalah perpajakan.

Tindakan pemerintah dalam mengatur ekonomi melalui anggaran belanja negara.
·         Macam-macam kebijakan fiskal dalam ekonomi adalah:
-          Pajak langsung dan pajak tidak langsung.
-          Pajak regresif, sebanding dan progresif.
-          Penerimaan pemerintah, pengendali tingkat pengeluaran masyarakat.
-          Untuk lebih memeratakan distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat.

Kebijaksanaan fiscal juga sebagai Kebijaksanaan pemerintah di sector perpajakan. Pajak dapat dibagi dalam :
1.  Pajak Regresif Pajak yang besar kecilnya nilai harus dibayarkan, ditetapkan berbanding terbalik dengan besar pendapatan wajib pajak.
2.      Pajak Sebanding Pajak yang besar kecilnya sama untuk berbagai tingkat pendapatan.
3.    Pajak Progresif Pajak yang besar kecilnya ditetapkan searah dengan besarnya pendapatan wajib pajak, semakin tinggi pendapatan maka akan semakin besar pula pajak yang harus dibayarkan. Pajak adalah Sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah yang cukup potensial, sebagai alat pengendali tingkat pengeluaran masyarakat, dapat membantu pemerintah dalam hal menekan pengeluaran, alat untuk lebih meratakan hasil distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat. Dengan pajak progresif dapat dilakukan upaya untuk mempersempit tingkat kesenjangan antara golongan ekonomi lemah dan kuat.

IV.             KEBIJAKSANAAN FISKAL DAN MONETER DI SEKTOR LUAR NEGERI

Kebijakan Fiskal dan Moneter di Sektor Luar Negeri Di Sektor Luar Negeri, kedua kebijaksanaan ini memiliki istilah Kebijaksanaan menekan dan memindah Pengeluaran. 

1. Kebijaksanaan menekan pengeluaran Dilakukan dengan cara mengurangi tingkat konsumsi/pengeluaran yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi di Indonesia.
Cara-cara yang ditempuh adalah :
-          Menaikkan pajak pendapatan.
-          Mengurangi pengeluaran pemerintah Jika dilihat dari tindakan-tindakan yang diambil tersebut, kebijaksanaan ini tampaknya tidak cocok untuk keadaan perekonomian yang sedang mengalami tingkat pengangguran yang tinggi, karena dengan kondisi seperti itu, perekonomian yang sedang membutuhkan dana yang besar untuk menaikkan investasi dapat tercipta lapangan pekejaan yang menampung para penganggur tersebut.
2.      Kebijaksanaan memindah pengeluaran Dalam kebijaksanaan menekan pengeluaran, pengeluaran para pelaky ekonomi diusahakan berkurang, maka dalam kebijaksanaan ini pengeluaran mereka tidak berkurang, hanya dipindah dan digeser pada bidang yang tidak terlalu beresiko memperburuk perekonomian. Kebijaksanaan ini dilakukan secara paksa dan juga rangsangan.
·         Jika kebijaksanaan dilakukan secara paksa :
-          Menekan tariff atau quota.
-          Mengawasi pemakaian valuta asing.
·         Jika kebijaksanaan dilakukan secara Rangsangan :
-          Menciptakan rangsangan-rangsangan ekspor.
-          Menyetabilkan upah dan harga di dalam negeri.
-       Melakukan Devaluasi. Devaluasi adalah Suatu tindakan pemerintah dengan menaikkan nilai tukar mata uang Rupiah dan Dolar, devaluasi juga menyebabkan semakin banyak rupiah yang harus dikorbankan untuk mendapatkan satu unit dolar.

Daftar Pustaka :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar