Kamar Dagang dan Industri (KADIN) terus
menyuarakan aspirasinya mengenai kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM)
yang dikatakan sudah menggerogoti fiskal Indonesia.
KADIN juga menilai harga BBM di Indonesia terlampau murah dibanding Filipina
dan Vietnam. Ketua Umum KADIN, Suryo Bambang Sulisto mengatakan, belanja
pemerintah untuk subsidi BBM merupakan pengeluaran terbesar di Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena hampir
menembus Rp 200 triliun per tahun atau melampaui belanja infrastruktur dan
belanja pegawai.
"Harga BBM kita sangat murah dan sudah tidak rasional.
Akibatnya, membebani neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Kondisi ini menimbulkan krisis kepercayaan pasar bahwa pemerintah
dapat mengelola fiskal dengan baik meskipun ekonomi Indonesia berpeluang
baik," terang dia dalam Catatan Awal Tahun : Kepemimpinan Ekonomi Baru
2014 di Jakarta, Senin (27/1/2014).
Harga BBM di Filiphina dan Vietnam
telah mencapai Rp 15 ribu. Kebijakan subsidi BBM, semakin menimbulkan
kekhawatiran berlebihan mengingat anggaran subsidi BBM setiap tahun membengkak
seiring dengan peningkatan laju konsumsi. Pemerintah supaya merelokasi anggaran
subsidi BBM ke bidang infrastruktur supaya lebih kena sasaran dan mendapatkan
manfaar efisiensinya.
Selama ini, Suryo mengakui bahwa mayoritas penikmat BBM bersubsidi
adalah masyarakat golongan mampu. Ditambah dengan maraknya kasus penyelundupan
dan kebocoran. Coba anggaran subsidi ratusan triliun itu dibagi-bagikan ke
pemerintah provinsi (pemprov) sekitar Rp 5 triliun saja untuk membangun
infrastruktur, pusat pendidikan, dan kesehatan. Kalau dapat suntikkan dana,
dampaknya bisa menggerakkan perekonomian di masing-masing daerah selain penciptaan
lapangan kerja.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua LP3ES Kadin Didik J Rachbini
menambahkan, pos pengeluaran subsidi BBM telah menggerogoti APBN. Harga BBM
yang murah dan kurang rasional telah mengakibatkan peningkatan konsumsi serta
tingginya impor BBM. Akibatnya sektor perdagangan
mengalami defisit dan menekan neraca transaksi berjalan. Pada akhirnya, kondisi
ini menyebabkan krisis nilai tukar dan pasar saham yang merupakan pertanda
kegagalan dalam mengatasi masalah fiskal.
Ref :
bisnis.liputan6.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar