Senin, 27 Januari 2014

Penutupan Terminal Lebak Bulus Terhadap Pembukaan MRT (Mass Rapid Transit)



Tahun lalu (2013) penolakan pembangunan MRT dari para pedagang di jalan Fatmawati Jakarta Selatan. Mereka mengemukakan dalam demonstrasi dan kampanye di media online termasuk di You Tube, kalau dibangun MRT di atas jalan Fatmawati, usaha mereka akan bangkrut, akan terjadi banjir, kumuh dan sebagainya. Melalui demonstrasi tandingan ditambah kampanye di media online dan di You Tube, perlawanan para pedagang mengendur dan mudah-mudahan mereka sudah menerima pembangunan MRT yang amat diperlukan masyarakat DKI Jakarta pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya yang sering berkunjung ke ibukota negara Republik Indonesia. Apa yang dilakukan para pedagang dengan tidak meneruskan penolakan terhadap pembangunan MRT yang melintasi jalan Fatmawati, merupakan wujud partisipasi masyarakat, karena pembangunan Jakarta Baru, yang menjadi tema kampanye Jokowi dan Ahok dalam pemilukada DKI Jakarta, tidak mungkin terwujud tanpa partisipasi atau keikut-sertaan masyarakat. 

MRT Merupakan Keniscayaan Pembangunan MRT di DKI Jakarta merupakan conditio sine quanon untuk mengurangi tingkat kemacetan di DKI Jakarta. Melalui pembangunan MRT dan Monorail, rakyat dipastkan akan berganti menggunakan kendaraan massal, sehingga tingkat kemacetan akan berkurang karena ada alternatif angkutan massal yang murah, cepat dan nyaman. DKI Jakarta sebagai ibukota negara, sebenarnya sudah tertinggal puluhan tahun dari pembangunan MRT dan Monorail. Singapura saja yang penduduknya hanya sekitar 5 (lima) juta sudah puluhan tahun memiliki MRT dan Monorail. Begitu juga Malaysia, penduduk Kuala Lumpur hanya sekitar 2 (dua juta) orang, sudah lama memiliki transportasi massal seperti Monorail dan MRT. Sementara DKI Jakarta dengan jumlah penduduk sekitar 11 juta orang pada siang hari, tidak memiliki transportasi massal yang cukup dan memadai seperti MRT dan Monorail. Oleh karena itu, apresiasi Gubernur Jokowi dan Wagub Ahok yang berani dan cepat merealisasikan pembangunan MRT dan Monorail yang sudah puluhan tahun direncanakan, baru di masa kepemimpinan mereka berdua dilaksanakan pembangunannya.

Proyek MRT Ditolak Antrean bus di Terminal Lebak Bulus, Jakarta

Untuk merealisasikan pembangunan MRT, maka Terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan, yang selama ini dipergunakan bus Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP) akan ditutup. Akan tetapi, awak bus, pedagang, pemilik warung, kernet, pengasong, calo dan preman menolak penutupan terminal tersebut karena merupakan tempat mereka mencari nafkah. Mereka tetap menganggap solusi dari pemerintah yang memindahkan bus AKAP ke terminal lain akan mematikan karyawan dan berbagai pihak yang mencari nafkah di terminal tersebut. Masalah ini sangat serius dan penting dipecahkan karena menyangkut kehidupan mereka dan keluarganya. Solusi harus ditemukan melalui musyawarah yang tidak terlalu merugikan dan mematikan penghidupan mereka, dan pihak-pihak terkait harus menerima hasil musyawarah dengan lapang dada atas penutupan terminal Lebak Bulus. Pembangunan MRT merupakan keniscayaan, tetapi juga harus memberi perlindungan dan jaminan terhadap kehidupan warga yang selama ini mencari nafkah di terminal tersebut.

Usulan Pemecahan Untuk pemecahan terhadap bus-bus AKAP yang biasa menggunakan Terminal Lebak Bulus, yang akan dialihkan ke berbagai terminal seperti Terminal Kampung Rambutan, Terminal Pulogadung, dan Terminal Pulo Gebang, mudah-mudahan merupakan solusi dan jalan keluar (way out), yang walaupun tidak akan memuaskan 100 persen, tetapi harus disyukuri karena Gubernur Jokowi memberi pemecahan dan jalan keluar. Adapun pedagang, pemilik warung nasi, asongan, dan semua yang berkaitan dengan Terminal Lebak Bulus, saya mengusulkan solusinya. Pertama, para pedagang asongan, pemilik warung nasi, dan yang terkait kegiatan perdagangan direlokasi diberbagai pasar di DKI Jakarta. Mereka diberi tempat seperti di Blok G Tanah Abang, diberi kompensasi untuk beberapa waktu lamanya tidak bayar sewa tempat, diberi modal usaha, diberi order dari pengadaan barang pemerintah DKI Jakarta, diberi izin usaha, dibina, dan dipromosikan tempat mereka berdagang.

Kedua, karyawan, kuli panggul, tukang parkir, calo, preman, dan sebagainya dinventarisir nama-namanya, kemudian dilatih untuk alih profesi dalam berbagai bidang yang memiliki prospek dan mereka minati. Kalau mau menjadi pedagang mikro misalnya, dicari kan tempat berdagang yang strategis dan banyak pembeli, mereka dibantu permodalan, latihan pemasaran, diberi order, dan sebagainya. Ketiga, warga masyarakat yang terkait dengan pembangunan MRT di Terminal Lebak Bulus, harus dicerahkan dan disadarkan bahwa pembangunan MRT merupakan kepentingan seluruh warga DKI Jakarta dan bangsa Indonesia, sehingga mereka mesti berpartisipasi dengan rela pindah dari Terminal Lebak Bulus ke tempat lain, yang insya Allah ditempat yang baru, rezeki lebih mudah dan lebih lapang. Akhirnya, saya optimis dan yakin, jalan keluar bisa ditemukan dalam rangka penutupan Terminal Lebak Bulus untuk kepentingan pembangunan MRT.

Diharapkan ditemukannya “Win-win Solution”. Pemilik bus, sopir dan kernetnya menerima pemindahan terminal operasional, sementara warga yangn mencari penghidupan diterminal tersebut ditemukan jalan keluar melalui perundingan, sehingga mereka dapat melanjutkan hidup dan penghidupan. Diharapkan, setelah MRT dibuka, mereka diberi peluang pertama untuk membuka kegiatan usaha dikawasan MRT, sehingga pembangunan adalah untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Ref :

slideshare.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar