Review
KAJI
TINDAK PENINGKATAN PERAN KOPERASI DAN UKM
SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN ALTERNATIF
*)
Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian
Sumberdaya UKMK
Oleh :
Jannes
Situmorang*
Abstrak
This
assessment has the objectives of a). To asses the effectiveness and efficiency
of alternative financing institution and its role in the system of financing
SMEs and Cooperative; b). To formulate strategy and action program to
increasing the role of alternative financing institution in the financing
system of SMEs and Cooperatives. Assessment was done in nine (9) provinces with
study objects BMT in the form KSM and Sa’riah Cooperative. Sample was
determined through purposive and data analysis by using descriptive analysis.
Result of the study showed that BMT is very effective and efficient in serving
the demand of financing short term working capital for micro & small
enterprises. In doing the business, BMT used the serving principle of simple,
cheap and quick. In the midst of the economic crisis and large scale banks collapse,
but the assets of BMT grew in the range of 200% to 500% per annum. BMT business
earned a significant profit and advantage
for the owner. Credit application procedure was not complicated, within
relatively short time, no collateral requirement, and the collateral is thrust
of the informal leaders or local government who deeply knew about the
character, personality and the background of the debtor. The unique of BMT of
the other financing institution is that the interest/finance given to the
clients/members are always discussed and agreed and flexible. If the debtor
could not payback the loan at all with the reason of bankruptcy for example so
the loan would be erased. In order the financial position of BMT not disturb by
Baitul Maal.
Kata kunci : LKA Memberdayakan Masyarakat Grass
Root
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Pembinaan dan pengembangan koperasi dan
UKM bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan perannya sebagai bagian integral
dalam perekonomian nasional. Tujuan lainnya untuk menumbuhkannya menjadi usaha
yang efisien, sehat dan mandiri dan mampu menjadi tulang punggung perekonomian
nasional. Dalam kenyataannya, koperasi dan UKM belum mampu menunjukkan perannya
secara optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terjadi karena adanya hambatan
dan kendala yang bersifat internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan koperasi dan UKM. Salah satu hambatan dan kendala dimaksud
adalah lemahnya sistem pendanaan untuk membiayai aktivitas usahanya. Koperasi
dan UKM mengalami kesulitan untuk mengakses sumbersumber permodalan atas
lembaga keuangan terutama dari sektor perbankan. Koperasi dan UKM belum mampu
memenuhi persyaratan untuk mendapatkan kredit yang biasanya diukur dengan 5C (
character, capacity, capital, collateral dan condition). Capital dan
collateral adalah dua faktor yang paling sulit dipenuhi. Selain masalah 5C di
atas, koperasi dan UKM mengalami berbagai masalah dalam memperoleh kredit bank,
seperti bunga tinggi, jangkauan pelayanan bank yang masih terbatas.
Pada dasarnya Baitul Maal Wat Tamwil
(BMT) dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, BMT yang
didirikan Kelompok Swadaya Masyarkat (KSM) yang belum berbadan hukum koperasi
tetapi menggunakan aturan main persis seperti koperasi. Kedua, BMT yang
sudah berbadan hukum koperasi. Dengan adanya berbagai masalah tersebut, maka
perlu dilakukan kaji tindak atas peran BMT sebagai lembaga keuangan alternatif.
2.
Rumusan Masalah
Karena belum
adanya penilaian terhadap kinerja lembaga keuangan alternatif dalam mengembangkan
program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka timbul pertanyaan berikut:
1. Apakah
usaha lembaga keuangan alternatif sudah efektif dan efisien dan bagaimana
peranannya dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM?
2. Bagaimana
rumusan strategi dan program aksi peningkatan peran lembaga keuangan alternatif
dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM?
3.
Tujuan dan Manfaat
Kajian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji
efektivitas dan efisiensi usaha lembaga keuangan alternatif dan peranannya
dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM.
2. Merumuskan
strategi dan program aksi peningkatan peran lembaga keuangan alternatif dalam
sistem pembiayaan koperasi dan UKM.
Hasil kajian ini
dapat dimanfaatkan sebagai rekomendasi bagi penyempurnaan kebijaksanaan yang
dapat mendorong peningkatan peran koperasi jasa keuangan sebagai lembaga
keuangan alternatif.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pengertian
Beberapa ahli mendefinisikan lembaga
keuangan alternatif sebagai lembaga pendanaan
di luar sistem perbankan konvensional dengan sistem bunga. Lembaga
keuangan alternatif meliputi Perusahaan Modal
Ventura, Leasing, Factoring (anjak piutang),
Guarantee Fund, Perbankan Syariah, Koperasi Syariah dan Baitul Maal
Wat Tamwil (BMT). Suhadi Lestiadi (1998),
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
lembaga keuangan alternatif adalah suatu lembaga pendanaan yang
mengakar di tengah-tengah masyarakat, dimana proses
penyaluran dananya dilakukan
secara sederhana, murah dan cepat dengan prinsip keberpihakan kepada
masyarakat kecil dan berazaskan keadilan. Dengan
cara pandang dan pengertian lembaga
pendanaan tersebut, maka istilah koperasi jasa keuangan diartikan sebagai
koperasi yang menyelenggarakan jasa keuangan
alternatif misalnya koperasi syariah dan
Unit Simpan Pinjam Syariah, Kelompok Swadaya Masyarakat Pra Koperasi termasuk
BMT, Koperasi Bank Perkreditan Rakyat Syariah, Koperasi Pembiayaan Indonesia (KPI).
Prinsip dari kegiatan lembaga ini adalah
memobilisasi dana dari kelompok masyarakat yang mengalami surplus dana dan
kemudian mengalokasikannya kepada kelompok masyarakat yang kekurangan dana atau
masyarakat yang deficit dana. Ada dua cara dalam menjalankan
usahanya. Pertama, menganut sistem bunga, artinya kepada setiap
penyimpan diberikan bunga sebagai imbalan atas tabungannya dan kepada setiap
peminjam juga dikenakan bunga sebagai balas jasa kepada pemilik dana. Kedua,
menganut sistem syariah (bagi hasil) yang sering disebut sistem Islam. Dalam
Sistem Syariah, insentif bagi setiap penyimpan diberikan dalam bentuk bagi
hasil yang dihitung dari nisbah bagi hasil tertentu yang disepakati kedua belah
pihak. Bagi Si Peminjam, juga dikenakan sistem bagi hasil tertentu sesuai
dengan kesepakatan kedua belah pihak.
2.
Baitul Maal Wa Tamwil
(BMT)
Baitul Maal Wa
Tamwil (BMT), dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan istilah Balai
Mandiri Terpadu (BMT) merupakan salah satu lembaga pendanaan alternatif yang
beroperasi di tengah masyarakat akar rumput. Pinbuk (1995) menyatakan bahwa BMT
merupakan lembaga ekonomi rakyat kecil yang berupaya mengembangkan usaha-usaha
produktif dan investasi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil dan
berdasarkan prinsip syariah dan koperasi. BMT memiliki dua fungsi yaitu : Pertama,
Baitul Maal menjalankan fungsi untuk memberi santunan kepada kaum miskin
dengan menyalurkan dana ZIS (Zakat, Infaq, Shodaqoh) kepada yang berhak; Kedua,
Baitul Taamwil menjalankan
fungsi
menghimpun simpanan dan membeayai kegiatan ekonomi rakyat dengan menggunakan
Sistem Syariah.
Sistem bagi hasil adalah pola pembiayaan
keuntungan maupun kerugian antara BMT dengan anggota penyimpan berdasarkan
perhitungan yang disepakati bersama. BMT biasanya berada di lingkungan masjid,
Pondok Pesantren, Majelis Taklim, pasar maupun di lingkungan pendidikan.
Biasanya yang mensponsori pendirian BMT adalah para aghniya (dermawan), pemuka
agama, pengurus masjid, pengurus majelis taklim, pimpinan pondok pesantren,
cendekiawan, tokoh masyarakat, dosen dan pendidik. Peran serta kelompok
masyarakat tersebut adalah berupa sumbangan pemikiran, penyediaan modal awal,
bantuan penggunaan tanah dan gedung ataupun kantor. Untuk menunjang permodalan,
BMT membuka kesempatan untuk mendapatkan sumber permodalan yang berasal dari
zakat, infaq, dan shodaqoh dari orang-orang tersebut. Hasil studi Pinbuk (1998)
menunjukkan bahwa lembaga pendanaan yang saat ini berkembang memiliki kekuatan
antara lain:
a. Mandiri
dan mengakar di masyarakat,
b. Bentuk
organisasinya sederhana,
c. Sistem
dan prosedur pembiayaan mudah, d). memiliki jangkauan pelayanan kepada pengusaha
mikro.
Kelemahannya
adalah :
a. Skala
usaha kecil,
b. Permodalan
terbatas,
c. Sumber
daya manusia lemah,
d. Sistem
dan prosedur belum baku.
Untuk
mengembangkan lembaga tersebut dari kelemahannya perlu ditempuh cara-cara
pembinaan sbb:
a. Pemberian
bantuan manajemen,
b. Peningkatan
kualitas SDM dalam bentuk pelatihan, standarisasi sistem dan prosedur,
c. Kerjasama
dalam penyaluran dana,
d. Bantuan
dalam inkubasi bisnis.
3. Pola
Tabungan dan Pembiayaan
a. Tabungan
Tabungan atau
simpanan dapat diartikan sebagai titipan murni dari orang atau badan usaha
kepada pihak BMT. Jenis-jenis tabungan/simpanan adalah sebagai berikut:
(1). Tabungan persiapan qurban;
(2). Tabungan pendidikan;
(3). Tabungan persiapan untuk
nikah;
(4). Tabungan persiapan untuk
melahirkan;
(5).
Tabungan naik haji/umroh;
(6).
Simpanan berjangka/deposito;
(7).
Simpanan khusus untuk kelahiran;
(8).
Simpanan sukarela;
(9).
Simpanan hari tua;
(10).
Simpanan aqiqoh.
b.
Pola Pembiayaan
Pola pembiayaan terdiri dari bagi
hasil dan jual beli dengan mark up
(1).
Bagi Hasil
Bagi hasil dilakukan antara BMT dengan
pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana (penyimpan/penabung).
Bagi hasil ini dibedakan atas:
-
Musyarakah, adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam
suatu proyek dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan
bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaannya
masing-masing.
-
Mudharabah, adalah perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama
(shahib al amal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab
atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan rasio laba yang
telah disepakati bersama terlebih dahulu di depan. Manakala rugi, shahib al
amal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan manajerial skill selama
proyek berlangsung.
-
Murabahah, adalah pola jual beli dengan membayar tangguh, sekali bayar.
-
Muzaraah, adalah dengan memberikan l kepada si penggarap untuk ditanami
dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (prosentase) dari hasil panen.
-Wusaqot,
adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah dimana si penggarapnya
bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan si
penggarap berhak atas rasio tertentu dari hasil panen.
(2).
Jual Beli dengan Mark Up (keuntungan)
Jual beli dengan mark up merupakan tata
cara jual beli yang dalam pelaksanaannya, BMT mengangkat nasabah sebagai
agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT,
kemudian BMT bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan harga
sejumlah harga beli tambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut
margin/mark up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi kepada
penyedia dan penyimpan dana. Jenis-jenisnya adalah:
-
Bai Bitsaman Ajil (BBA), adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan
secara lebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
-Bai
As Salam, proses jual beli dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan
penyerahan barang dilakukan kemudian.
-
Al Istishna, adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan antara
pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu.
-
Ijarah atau Sewa, adalah dengan memberi penyewa untuk mengambil pemanfaatan
dari sarana barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang
besarnya telah disepakati bersama.
-
Bai Ut Takjiri, adakah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan.
Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga
padanya merupakan pembelian terhadap barang secara berangsur.
-
Musyarakah Mustanaqisah, adalah kombinasi antara musyawarah dengan
ijarah (perkongsian dengan sewa). Dalam kontrak ini kedua belah pihak yang
berkongsi menyertakan modalnya masing-masing.
c. Pembiayaan
Non Profit
Sistem ini
disebut juga pembiayaan kebajikan. Sistem ini lebih bersifat sosial dan tidak
profit oriented. Sumber dan pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya, tidak
seperti bentuk-bentuk pembiayaan lainnya.
d. Pembentukan
BMT
Tujuan
pembentukan BMT adalah untuk memperbanyak jumlah BMT sedangkan tujuan BMT itu
sendiri adalah untuk : 1) memajukan kesejahteraan anggota dan masyarakat umum,
2) meningkatkan kekuatan dan posisi tawar pengusaha kecil dengan pelaku lain.
Proses pembentukan BMT adalah sebagai berikut:
Pertama,
para pendiri minimum 20 orang. Para pendiri menghubungi PINBUK setempat
untuk mengurus perijinan pendiriannya. Kedua, mendaftarkan calon pengelola
untuk mengikuti pelatihan singkat dan magang. Ketiga, mempersiapkan modal
awal sebesar Rp. 5juta di pedesaan dan Rp.10juta di perkotaan. Keempat,
jika bermaksud menjadi koperasi, BMT dapat segera mengajukan permohonan badan
hukum koperasi.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pembentukan BMT adalah:
a.
Motivator (penggerak),
memiliki peranan yang sangat signifikan terhadap sukses awal pendirian BMT.
Penggerak ini berasal dari masyarakat setempat yang atas inisiatif sendiri atau
inisiatif PINBUK dan pihak lain berminat membentuk BMT.
b.
Pendekatan kepada tokoh
kunci yang dapat terdiri dari pimpinan formal, pimpinan informal, usahawan,
hartawan, dan dermawan. Para tokoh ini diharapkan bersedia menjadi Panitia
Pembentukan BMT.
c.
Pendekatan kepada para
calon pendiri. Pendiri minimal 20 orang yang terdiri dari tokoh-tokoh yang
mewakili berbagai kalangan masyarakat seperti pimpinan formal, agama, adat,
pengusaha dan masyarakat banyak. Badan pendiri mengadakan rapat dan menetapkan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BMT serta memilih pengurus yang terdiri
dari 3 – 5 orang.
d.
Pengurus mengadakan
seleksi pengelola yang jumlahnya minimal 3 orang yang terdiri manajer, bagian
pembiayaan, bagian administrasi/keuangan dan bagian-bagian lain yang dibutuhkan.
e.
Para pengelola yang
ditunjuk segera memasyarakatkan BMT dan mencari anggota dan BMT mulai
beroperasi.
f.
Antara pengurus dan
pengelola tidak mempunyai hubungan kekeluargaan.
g.
Organisasi yang dapat
membentuk BMT antara lain seluruh anggota masyarakat, kelompok-kelompok
masyarakat, organisasi sosial, organisasi profesi, LSM, proyek-proyek
pemberdayaan masyarakat.
h.
Kelompok yang dapat
dikembangkan menjadi BMT antara lain: arisan, simpan pinjam, pengajian, tani,
usaha ekonomi produktif dan lain-lain.
e. Pembiakan
BMT
BMT yang sudah
mapan dan mempunyai pengelola yang terampil diharapkan dapat membentuk BMT baru
di luar wilayah kerjanya. Langkah-langkah membentuk BMT adalah:
1) BMT
yang sudah mapan sebagai BMT induk menempatkan seorang atau lebih pengelola
yang terampil sebagai manajer BMT di wilayah kerja baru,
2) BMT
induk memfasilitasi pembentukan BMT baru dan menyediakan sarana dan prasarana,
3) Pengelola
BMT baru dibawah bimbingan BMT induk menyosialisasikan BMT pada masyarakat sekitar
dan mulai beroperasi,
4) Pengelola
BMT baru memperkuat BMT-nya dengan merekrut pendiri, membentuk pengurus dan
menghimpun modal awal dari masyarakat sekitar. BMT induk bisa melepas BMT baru
apabila BMT baru sudah kuat dan mandiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar