Minggu, 30 Desember 2012

Jurnal 2 - Abstrak


Review

KAJI TINDAK PENINGKATAN PERAN KOPERASI DAN UKM
SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN ALTERNATIF

*) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK

Oleh :
Jannes Situmorang*

Abstrak
This assessment has the objectives of a). To asses the effectiveness and efficiency of alternative financing institution and its role in the system of financing SMEs and Cooperative; b). To formulate strategy and action program to increasing the role of alternative financing institution in the financing system of SMEs and Cooperatives. Assessment was done in nine (9) provinces with study objects BMT in the form KSM and Sa’riah Cooperative. Sample was determined through purposive and data analysis by using descriptive analysis. Result of the study showed that BMT is very effective and efficient in serving the demand of financing short term working capital for micro & small enterprises. In doing the business, BMT used the serving principle of simple, cheap and quick. In the midst of the economic crisis and large scale banks collapse, but the assets of BMT grew in the range of 200% to 500% per annum. BMT business earned a significant profit and advantage  for the owner. Credit application procedure was not complicated, within relatively short time, no collateral requirement, and the collateral is thrust of the informal leaders or local government who deeply knew about the character, personality and the background of the debtor. The unique of BMT of the other financing institution is that the interest/finance given to the clients/members are always discussed and agreed and flexible. If the debtor could not payback the loan at all with the reason of bankruptcy for example so the loan would be erased. In order the financial position of BMT not disturb by Baitul Maal.
Kata kunci : LKA Memberdayakan Masyarakat Grass Root

PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Pembinaan dan pengembangan koperasi dan UKM bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan perannya sebagai bagian integral dalam perekonomian nasional. Tujuan lainnya untuk menumbuhkannya menjadi usaha yang efisien, sehat dan mandiri dan mampu menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Dalam kenyataannya, koperasi dan UKM belum mampu menunjukkan perannya secara optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terjadi karena adanya hambatan dan kendala yang bersifat internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan koperasi dan UKM. Salah satu hambatan dan kendala dimaksud adalah lemahnya sistem pendanaan untuk membiayai aktivitas usahanya. Koperasi dan UKM mengalami kesulitan untuk mengakses sumbersumber permodalan atas lembaga keuangan terutama dari sektor perbankan. Koperasi dan UKM belum mampu memenuhi persyaratan untuk mendapatkan kredit yang biasanya diukur dengan 5C ( character, capacity, capital, collateral dan condition). Capital dan collateral adalah dua faktor yang paling sulit dipenuhi. Selain masalah 5C di atas, koperasi dan UKM mengalami berbagai masalah dalam memperoleh kredit bank, seperti bunga tinggi, jangkauan pelayanan bank yang masih terbatas.
Pada dasarnya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, BMT yang didirikan Kelompok Swadaya Masyarkat (KSM) yang belum berbadan hukum koperasi tetapi menggunakan aturan main persis seperti koperasi. Kedua, BMT yang sudah berbadan hukum koperasi. Dengan adanya berbagai masalah tersebut, maka perlu dilakukan kaji tindak atas peran BMT sebagai lembaga keuangan alternatif.

2.      Rumusan Masalah
Karena belum adanya penilaian terhadap kinerja lembaga keuangan alternatif dalam mengembangkan program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka timbul pertanyaan berikut:
1.      Apakah usaha lembaga keuangan alternatif sudah efektif dan efisien dan bagaimana peranannya dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM?
2.      Bagaimana rumusan strategi dan program aksi peningkatan peran lembaga keuangan alternatif dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM?

3.      Tujuan dan Manfaat
Kajian ini bertujuan untuk:
1.      Mengkaji efektivitas dan efisiensi usaha lembaga keuangan alternatif dan peranannya dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM.
2.      Merumuskan strategi dan program aksi peningkatan peran lembaga keuangan alternatif dalam sistem pembiayaan koperasi dan UKM.
Hasil kajian ini dapat dimanfaatkan sebagai rekomendasi bagi penyempurnaan kebijaksanaan yang dapat mendorong peningkatan peran koperasi jasa keuangan sebagai lembaga keuangan alternatif.

TINJAUAN PUSTAKA

1.      Pengertian
Beberapa ahli mendefinisikan lembaga keuangan alternatif sebagai lembaga pendanaan di luar sistem perbankan konvensional dengan sistem bunga. Lembaga keuangan alternatif meliputi Perusahaan Modal Ventura, Leasing, Factoring (anjak piutang), Guarantee Fund, Perbankan Syariah, Koperasi Syariah dan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Suhadi Lestiadi (1998), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan lembaga keuangan alternatif adalah suatu lembaga pendanaan yang mengakar di tengah-tengah masyarakat, dimana proses penyaluran dananya dilakukan secara sederhana, murah dan cepat dengan prinsip keberpihakan kepada masyarakat kecil dan berazaskan keadilan. Dengan cara pandang dan pengertian lembaga pendanaan tersebut, maka istilah koperasi jasa keuangan diartikan sebagai koperasi yang menyelenggarakan jasa keuangan alternatif misalnya koperasi syariah dan Unit Simpan Pinjam Syariah, Kelompok Swadaya Masyarakat Pra Koperasi termasuk BMT, Koperasi Bank Perkreditan Rakyat Syariah, Koperasi Pembiayaan Indonesia (KPI).
Prinsip dari kegiatan lembaga ini adalah memobilisasi dana dari kelompok masyarakat yang mengalami surplus dana dan kemudian mengalokasikannya kepada kelompok masyarakat yang kekurangan dana atau masyarakat yang deficit dana. Ada dua cara dalam menjalankan usahanya. Pertama, menganut sistem bunga, artinya kepada setiap penyimpan diberikan bunga sebagai imbalan atas tabungannya dan kepada setiap peminjam juga dikenakan bunga sebagai balas jasa kepada pemilik dana. Kedua, menganut sistem syariah (bagi hasil) yang sering disebut sistem Islam. Dalam Sistem Syariah, insentif bagi setiap penyimpan diberikan dalam bentuk bagi hasil yang dihitung dari nisbah bagi hasil tertentu yang disepakati kedua belah pihak. Bagi Si Peminjam, juga dikenakan sistem bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

2.      Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan istilah Balai Mandiri Terpadu (BMT) merupakan salah satu lembaga pendanaan alternatif yang beroperasi di tengah masyarakat akar rumput. Pinbuk (1995) menyatakan bahwa BMT merupakan lembaga ekonomi rakyat kecil yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil dan berdasarkan prinsip syariah dan koperasi. BMT memiliki dua fungsi yaitu : Pertama, Baitul Maal menjalankan fungsi untuk memberi santunan kepada kaum miskin dengan menyalurkan dana ZIS (Zakat, Infaq, Shodaqoh) kepada yang berhak; Kedua, Baitul Taamwil menjalankan
fungsi menghimpun simpanan dan membeayai kegiatan ekonomi rakyat dengan menggunakan Sistem Syariah.
Sistem bagi hasil adalah pola pembiayaan keuntungan maupun kerugian antara BMT dengan anggota penyimpan berdasarkan perhitungan yang disepakati bersama. BMT biasanya berada di lingkungan masjid, Pondok Pesantren, Majelis Taklim, pasar maupun di lingkungan pendidikan. Biasanya yang mensponsori pendirian BMT adalah para aghniya (dermawan), pemuka agama, pengurus masjid, pengurus majelis taklim, pimpinan pondok pesantren, cendekiawan, tokoh masyarakat, dosen dan pendidik. Peran serta kelompok masyarakat tersebut adalah berupa sumbangan pemikiran, penyediaan modal awal, bantuan penggunaan tanah dan gedung ataupun kantor. Untuk menunjang permodalan, BMT membuka kesempatan untuk mendapatkan sumber permodalan yang berasal dari zakat, infaq, dan shodaqoh dari orang-orang tersebut. Hasil studi Pinbuk (1998) menunjukkan bahwa lembaga pendanaan yang saat ini berkembang memiliki kekuatan antara lain:
a.       Mandiri dan mengakar di masyarakat,
b.      Bentuk organisasinya sederhana,
c.       Sistem dan prosedur pembiayaan mudah, d). memiliki jangkauan pelayanan kepada pengusaha mikro.
Kelemahannya adalah :
a.       Skala usaha kecil,
b.      Permodalan terbatas,
c.       Sumber daya manusia lemah,
d.      Sistem dan prosedur belum baku.
Untuk mengembangkan lembaga tersebut dari kelemahannya perlu ditempuh cara-cara pembinaan sbb:
a.       Pemberian bantuan manajemen,
b.      Peningkatan kualitas SDM dalam bentuk pelatihan, standarisasi sistem dan prosedur,
c.       Kerjasama dalam penyaluran dana,
d.      Bantuan dalam inkubasi bisnis.

3.      Pola Tabungan dan Pembiayaan
a.      Tabungan
Tabungan atau simpanan dapat diartikan sebagai titipan murni dari orang atau badan usaha kepada pihak BMT. Jenis-jenis tabungan/simpanan adalah sebagai berikut:
(1). Tabungan persiapan qurban;
(2). Tabungan pendidikan;
(3). Tabungan persiapan untuk nikah;
(4). Tabungan persiapan untuk melahirkan;
(5). Tabungan naik haji/umroh;
(6). Simpanan berjangka/deposito;
(7). Simpanan khusus untuk kelahiran;
(8). Simpanan sukarela;
(9). Simpanan hari tua;
(10). Simpanan aqiqoh.

b.      Pola Pembiayaan
Pola pembiayaan terdiri dari bagi hasil dan jual beli dengan mark up
(1). Bagi Hasil
Bagi hasil dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana (penyimpan/penabung). Bagi hasil ini dibedakan atas:
- Musyarakah, adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu proyek dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaannya masing-masing.
- Mudharabah, adalah perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al amal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan rasio laba yang telah disepakati bersama terlebih dahulu di depan. Manakala rugi, shahib al amal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan manajerial skill selama proyek berlangsung.
- Murabahah, adalah pola jual beli dengan membayar tangguh, sekali bayar.
- Muzaraah, adalah dengan memberikan l kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (prosentase) dari hasil panen.
-Wusaqot, adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah dimana si penggarapnya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan si penggarap berhak atas rasio tertentu dari hasil panen.

(2). Jual Beli dengan Mark Up (keuntungan)
Jual beli dengan mark up merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya, BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli tambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin/mark up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi kepada penyedia dan penyimpan dana. Jenis-jenisnya adalah:
- Bai Bitsaman Ajil (BBA), adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan secara lebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
-Bai As Salam, proses jual beli dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
- Al Istishna, adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu.
- Ijarah atau Sewa, adalah dengan memberi penyewa untuk mengambil pemanfaatan dari sarana barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.
- Bai Ut Takjiri, adakah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga padanya merupakan pembelian terhadap barang secara berangsur.
- Musyarakah Mustanaqisah, adalah kombinasi antara musyawarah dengan ijarah (perkongsian dengan sewa). Dalam kontrak ini kedua belah pihak yang berkongsi menyertakan modalnya masing-masing.

c.       Pembiayaan Non Profit
Sistem ini disebut juga pembiayaan kebajikan. Sistem ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Sumber dan pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya, tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan lainnya.

d.      Pembentukan BMT
Tujuan pembentukan BMT adalah untuk memperbanyak jumlah BMT sedangkan tujuan BMT itu sendiri adalah untuk : 1) memajukan kesejahteraan anggota dan masyarakat umum, 2) meningkatkan kekuatan dan posisi tawar pengusaha kecil dengan pelaku lain. Proses pembentukan BMT adalah sebagai berikut:
Pertama, para pendiri minimum 20 orang. Para pendiri menghubungi PINBUK setempat untuk mengurus perijinan pendiriannya. Kedua, mendaftarkan calon pengelola untuk mengikuti pelatihan singkat dan magang. Ketiga, mempersiapkan modal awal sebesar Rp. 5juta di pedesaan dan Rp.10juta di perkotaan. Keempat, jika bermaksud menjadi koperasi, BMT dapat segera mengajukan permohonan badan hukum koperasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan BMT adalah:
a.       Motivator (penggerak), memiliki peranan yang sangat signifikan terhadap sukses awal pendirian BMT. Penggerak ini berasal dari masyarakat setempat yang atas inisiatif sendiri atau inisiatif PINBUK dan pihak lain berminat membentuk BMT.
b.      Pendekatan kepada tokoh kunci yang dapat terdiri dari pimpinan formal, pimpinan informal, usahawan, hartawan, dan dermawan. Para tokoh ini diharapkan bersedia menjadi Panitia Pembentukan BMT.
c.       Pendekatan kepada para calon pendiri. Pendiri minimal 20 orang yang terdiri dari tokoh-tokoh yang mewakili berbagai kalangan masyarakat seperti pimpinan formal, agama, adat, pengusaha dan masyarakat banyak. Badan pendiri mengadakan rapat dan menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BMT serta memilih pengurus yang terdiri dari 3 – 5 orang.
d.      Pengurus mengadakan seleksi pengelola yang jumlahnya minimal 3 orang yang terdiri manajer, bagian pembiayaan, bagian administrasi/keuangan dan bagian-bagian lain yang dibutuhkan.
e.       Para pengelola yang ditunjuk segera memasyarakatkan BMT dan mencari anggota dan BMT mulai beroperasi.
f.       Antara pengurus dan pengelola tidak mempunyai hubungan kekeluargaan.
g.      Organisasi yang dapat membentuk BMT antara lain seluruh anggota masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, organisasi sosial, organisasi profesi, LSM, proyek-proyek pemberdayaan masyarakat.
h.      Kelompok yang dapat dikembangkan menjadi BMT antara lain: arisan, simpan pinjam, pengajian, tani, usaha ekonomi produktif dan lain-lain.

e.       Pembiakan BMT
BMT yang sudah mapan dan mempunyai pengelola yang terampil diharapkan dapat membentuk BMT baru di luar wilayah kerjanya. Langkah-langkah membentuk BMT adalah:
1)      BMT yang sudah mapan sebagai BMT induk menempatkan seorang atau lebih pengelola yang terampil sebagai manajer BMT di wilayah kerja baru,
2)      BMT induk memfasilitasi pembentukan BMT baru dan menyediakan sarana dan prasarana,
3)      Pengelola BMT baru dibawah bimbingan BMT induk menyosialisasikan BMT pada masyarakat sekitar dan mulai beroperasi,
4)      Pengelola BMT baru memperkuat BMT-nya dengan merekrut pendiri, membentuk pengurus dan menghimpun modal awal dari masyarakat sekitar. BMT induk bisa melepas BMT baru apabila BMT baru sudah kuat dan mandiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar