Indonesia adalah salah satu Negara terbesar
populasinya yang ada di kawasan ASEAN. Masyarakat Indonesia adalah Negara
Heterogen dengn berbagai jenis suku, bahasa dan adat istiadat yang terhampar
dari Sabang sampai Merauke. Indonesia mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup
bagus, pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia (4,5%) setelah RRT dan India. Ini
akan menjadi modal yang penting untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menuju
AEC tahun 2015.
Indonesia sebagai salah satu dari tiga pilar utama
ASEAN Community 2015, ASEAN Economic Community yang dibentuk
dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu
bersaing dengan Negara-negara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan
dengan kondisi Negara ASEAN saat ini. Dalam hal ini kita dapat memperoleh
manfaat dari saling tukar pengalaman dengan anggota ASEAN lainnya.
Jika dilihat dari sisi demografi Sumber Daya
Manusia-nya, Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community ini sebenarnya
merupakan salah satu Negara yang produktif. Jika dilihat dari faktor usia,
sebagian besar penduduk Indonesia atau sekitar 70% nya merupakan usia
produktif. Jika kita lihat pada sisi ketenaga kerjaan kita memiliki 110 juta
tenaga kerja (data BPS, tahun 2007), namun apakah sekarang ini kita
utilize dengan tenaga kerja kita yang berjumlah sekitar 110 juta itu.
Selain itu, posisi Indonesia sebagai Chair dalam
ASEAN pada tahun 2012 ini berdampak sangat baik untuk menyongsong
terealisasinya ASEAN Economic Community. Dari dalam negeri sendiri
Indonesia telah berusaha untuk mengurangi kesenjangan ekonomi Kesenjangan
antara pemerintah pusat dengan daerah lalu mengurangi kesenjangan antara
pengusaha besar dengan UKM dan peningkatan dalam beberapa sektor yang mungkin
masih harus didorong untuk meningkatkan daya saing.
Dua Tantangan yang Harus
Dibereskan Sebelum MEA 2015
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(Bappenas) Armida Alisjahbana mengatakan ada dua jenis tantangan yang akan
dihadapi Indonesia dalam fase Masyarakat Ekonomi Asean (MEA 2015). Menurutnya
dua jenis tantangan tersebut adalah tantangan internal dan eksternal.
Agar Indonesia bisa mempunyai daya saing maka dua
jenis tantangan tersebut harus bisa diatasi secara optimal. Jika kita lalai
dalam menghadapi dua tantangan ini, Indonesia hanya akan dijadikan users oleh
asing sedangkan kemampuan Indonesia untuk menjadi basic production secara
perlahan akan hilang.
Tantangan eksternal yang akan dihadapi
Indonesia dalam MEA adalah pertama, tingkat persaingan perdagangan yang semakin
ketat dimana sektor pemasaran barang dan jasa diantara negara di kawasan ASEAN
semakin tajam.
Negara di kawasan ASEAN akan
menghasilkan produk produk andalan mereka untuk dipamerkan dalam MEA sehingga
persaingan untuk menjadi yang terbaik tidak bisa dikompromi lagi.
Tantangan eksternal kedua adalah
Indonesia harus bisa meningkatkan daya tarik investasi agar pertumbuhan ekonomi
semakin stabil.
Berdasarkan data World Economic Forum, Indonesia masih
menjadi negara yang diminati investor asing untuk berinvestasi namun Singapura
selalu berada di posisi kedua, dari data 2010 dan 2011, porsi investasi asing
yang masuk ke Indonesia tahun 2010 dan 2011 adalah 15,2% dan 16,3% sedangkan
porsi investasi asing yang masuk ke Singapura tahun 2010 dan 2011 adalah 10,1%
dan 7,01%.
Jika pemerintah tidak mencari
terobosan baru dalam meningkatkan daya tarik investasi maka bisa saja Singapura
menduduki posisi pertama sebagai negara yang paling layak investasi di ASEAN
dalam fase MEA karena dari tahun ke tahun Singapura selalu berada di belakang
Indonesia.
Untuk tantangan internal adalah masih
rendahnya pemahaman dan pengetahuan stakeholder baik pemerintah pusat, daerah
dan akademisi tentang MEA. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Bappenas
tahun 2012, sebanyak 96% koresponden yang terdiri dari pemerintah daerah dan
akademisi belum mengetahui tentang MEA yang akan dilaksanakan pada 2015.
Tantangan internal lainnya, adalah kebanyakan daerah
di Indonesia masih belum siap menghadapi MEA 2015, hal tersebut ditandai dengan
masih banyaknya pemda yang belum menyiapkan kerangka regulasi kebijakan atau
program serta masih belum optimalnya koordinasi antara pemerintah pusat dan
daerah. Agar Indonesia bisa mempunyai daya saing dalam MEA 2015 maka
semua tantangan baik internal maupun eksternal harus segera diatasi secepat
mungkin.
Untuk tantangan eksternal, solusi
terbaik adalah memilih sektor yang benar benar menjadi prioritas baik dalam hal
perdagangan dan investasi serta menjaga momentum Indonesia sebagai negara yang
layak investasi.
Sedangkan untuk tantangan internal, solusi yang tepat
adalah memberikan edukasi dan sosialisasi kepada semua stakeholder tentang
pentingnya MEA 2015 untuk meningkatkan perekonomian dan stabilitas nasional.
Dampak Ketidakpastian
Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean
Ekonomi ASEAN pada saat sekarang masih dibayangi oleh
ketidakpastian pertumbuhan, ekonominya walaupun masih terlihat dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi beberapa Negara ASEAN tahun 2004. Sedangkan
Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2005 akan mencapai 5,7 persen. Angka ini berarti meningkat dibandingkan
prediksi semula sebesar 5,5 persen tahun 2004. Dampak ketidakpastian tersebut
disebabkan oleh lonjakan harga minyak dunia. Selain itu ketidakstabilan nilai
tukar mata uang. Sehingga ketidakpastian tersebut, juga akan mengganggu proses
pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.
Pertumbuhan ekonomi ASEAN yang cukup tinggi selama
tahun 2004 tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya permintaan
eksternal dan naiknya harga komoditas non-minyak. Kenaikan harga minyak saat
ini akan memberikan dampak yang lebih besar pada ekonomi ASEAN. Kenaikan harga
minyak tersebut diperkirakan akan menekan nilai tukar di kawasan ASEAN dan meningkatkan
tekanan inflasi. Selain dari itu perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika
Serikat dan Cina yang menjadi mitra dagang utama negara ASEAN diperkirakan akan
memberikan dampak yang cukup signifikan di kawasan ASEAN.
Dari beberapa negara ASEAN, hanya Indonesia dan
Kamboja yang revisi pertumbuhan ekonominya dinaikkan. Pertumbuhan ekonomi
Thailand direvisi dari 5,6 persen menjadi 4 persen. Malaysia direvisi dari 5,7
persen menjadi 5,1 persen. Filipina direvisi dari 5 persen menjadi 4,7 persen.
Sementara Vietnam tetap di kisaran 7,6 persen. Faktor menyebabkan pertumbuhan
ekonomi ASEAN bergerak melemah. Misalnya saja Filipina dan Thailand yang cukup
terpukul oleh tingginya harga minyak dan gagal panen. Filipina plus Malaysia
juga tertekan oleh melambatnya sektor elektronik dunia. Namun khusus untuk
Indonesia, ADB menilai faktor-faktor negatif tersebut bisa ditutupi oleh
membaiknya iklim investasi. Sementara Vietnam tertolong oleh tingkat
pertumbuhan yang baik. Secara keseluruhan, ADB merevisi pertumbuhan ekonomi
Asia Tenggara turun menjadi 5 persen, dari semula 5,4 persen. ADB juga
menyebutkan, karena kebanyakan negara Asia adalah net importir minyak dan juga
digolongkan sebagai kawasan yang tidak efisien dalam penggunaan energi, maka
kawasan Asia sangat rentan oleh kenaikan harga minyak dunia.
The Global Development Finance (GDF) mencatat, selama
tahun 2004, sekitar 74 persen atau US$ 143,7 miliar dari total arus modal yang
mengalir ke negara emerging market masuk ke Asia, termasuk ASEAN. Tingginya
arus modal masuk ini terutama disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
keterbukaan ekonomi, penerapan kebijakan ekonomi yang market friendly dan
prospek ekonomi yang dinilai baik. Meskipun mendapat keuntungan dari masuknya
modal (capital inflow) yang sebagian besar di antaranya dalam bentuk Foreign
Direct Investment (FDI), arus modal juga telah meningkatkan kerentanan terhadap
mata uang negara ASEAN. Berdasarkan kepada teori ekonomi dan penelitian
sebelumnya, terdapat dua bentuk hubungan antara FDI dengan perdagangan antar
negara iaitu sama ada (1) FDI merupakan pengganti atau pelengkap kepada
perdagangan antar negara, atau (2) FDI menjadi penyebab kepada perdagangan
antar negara atau sebaliknya. Karena FDI dianggap sebagai satu pemicu
pertumbuhan ekonomi khususnya melalui pertumbuhan sektor ekspor dan import,
menyediakan peluang pekerjaan, transfer teknologi dan sebagainya Foreign direct
investment semenjak masuknya ke negara ASEAN tahun 2002 disebabkan semakin
menguatnya stabilitas ekonomi dan pasar baik di pasar uang maupun pasar modal.
Mengenai perkembangan perekonomian ASEAN-5 yang terdiri dari Indonesia,
Malaysia, Singapura, Thailand dan Philipina semakin tumbuh dan berkembang.
Sedangkan perekonomian ASEAN-4 yang terdiri dari Kamboja, Laos, Myamar dan
Vietnam serta Brunei Darusalam semakin terbuka dan tumbuh. Investasi Langsung
Luar negeri (FDI) dan perkembangan perdagangan di dunia wujud di negara-negara
ASEAN, karena menarik FDI dari negara maju di samping meningkatkan investasi
dan perdagangan antar ASEAN.
Oleh karena itu Bank Indonesia memberikan
langkah-langkah inisiatif bagi ekonomi nasional (Indonesia) kedepananya, yang
pertama di bidang moneter yang terdiri dari 3 inisiatif yaitu memperdalam pasar
keuangan domestik, memperkuat efektivitas penerapan Inflation Targeting
Framework (ITF) dan membangun perangkat analisa kebijakan menyongsong
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Kedua Inisiatif di bidang sektor riil. Perbaikan
daya saing daerah untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 adalah kunci
bagi perbaikan daya saing nasional di era tersebut (bank Indonesia 2008). Oleh
karena itu, Bank Indonesia melihat pentingnya untuk lebih mempertajam
fungsi-fungsi advisory dan fasilitasi Kantor-Kantor BI (KBI) di daerah serta
pemanfaatnya sebagai pembentuk modal sosial di daerah kerjanya. Oleh karena
itu, program Reorientasi KBI perlu perkuat implementasinya (Baharuddin, bank
Indonesia 2008). Selain dari tu dalam memperdalam pasar keuangan domestik untuk
meningkatkan daya tahan dan stabilitas sistem keuangan serta meminimalisir
potensi gejolak dari pasar keuangan global, perlu adanya pasar keuangan
domestik yang lebih kuat, dalam dan likuid.
Sisa krisis ekonomi 1998 yang belum juga hilang dari
bumi pertiwi, masih berdampak rendahnya pertumbuhan investasi baru (khususnya
arus Foreign Direct Investment) atau semakin merosotnya kepercayaan dunia
usaha, yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Hal
tersebut karena buruknya infrastruktur ekonomi, instabilitas makro-ekonomi,
ketidakpastian hukum dan kebijakan, ekonomi biaya tinggi dan lain-lain.
Pemerintah tidak bisa menunda lagi untuk segera berbenah diri, jika tidak ingin
menjadi sekedar pelengkap di AEC 2015. Keberhasilan tersebut harus didukung
oleh komponen-komponen lain di dalam negeri. Masyarakat bisnis Indonesia
diharapkan mengikuti gerak dan irama kegiatan diplomasi dan memanfaatkan
peluang yang sudah terbentuk ini. Diplomasi Indonesia tidak mungkin harus
menunggu kesiapan di dalam negeri. Peluang yang sudah terbuka ini, kalau tidak
segera dimanfaatkan, kita akan tertinggal, karena proses ini juga diikuti gerak
negara lain dan hal itu terus bergulir. Kita harus segera berbenah diri untuk
menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia yang kompetitif dan berkulitas global.
Menuju tahun 2015 tidaklah lama, Sudah siapkah kita akan Tantangan dan peluang
bagi kalangan profesional muda kita/mahasiswa untuk tidak terbengong-bengong
menyaksikan lalu-lalang tenaga asing di wilayah kita?.
Tantangan Indonesia kedepan adalah mewujudkan perubahan yang berarti bagi
kehidupan keseharian masyarakatnya. Semoga seluruh masyarakat Indonesia kita
ini bisa membantu untuk mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar
kita bisa segera mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.
Ref :
ditjenkpi.kemendag.go.id
bunghatta.ac.id
theglobejournal.com
hukumonline.com
antaranews.com
asean.org
books.google.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar