Kamis, 17 Oktober 2013

Masyarakat Ekonomi ASEAN



Indonesia adalah salah satu Negara terbesar populasinya yang ada di kawasan ASEAN. Masyarakat Indonesia adalah Negara Heterogen dengn berbagai jenis suku, bahasa dan adat istiadat yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup bagus, pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia (4,5%) setelah RRT dan India. Ini akan menjadi modal yang penting untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menuju AEC tahun 2015.
Indonesia sebagai salah satu dari tiga pilar utama ASEAN Community 2015, ASEAN Economic Community yang dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan Negara-negara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat ini. Dalam hal ini kita dapat memperoleh manfaat dari saling tukar pengalaman dengan anggota ASEAN lainnya.
Jika dilihat dari sisi demografi Sumber Daya Manusia-nya, Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community ini sebenarnya merupakan salah satu Negara yang produktif. Jika dilihat dari faktor usia, sebagian besar penduduk Indonesia atau sekitar 70% nya merupakan usia produktif. Jika kita lihat pada sisi ketenaga kerjaan kita memiliki 110 juta tenaga kerja (data BPS, tahun 2007), namun apakah sekarang ini kita utilize dengan tenaga kerja kita yang berjumlah sekitar 110 juta itu.
Selain itu, posisi Indonesia sebagai Chair dalam ASEAN pada tahun 2012 ini berdampak sangat baik untuk menyongsong terealisasinya ASEAN Economic Community. Dari dalam negeri sendiri Indonesia telah berusaha untuk mengurangi kesenjangan ekonomi Kesenjangan antara pemerintah pusat dengan daerah lalu mengurangi kesenjangan antara pengusaha besar dengan UKM dan peningkatan dalam beberapa sektor yang mungkin masih harus didorong untuk meningkatkan daya saing.

Dua Tantangan yang Harus Dibereskan Sebelum MEA 2015
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Armida Alisjahbana mengatakan ada dua jenis tantangan yang akan dihadapi Indonesia dalam fase Masyarakat Ekonomi Asean (MEA 2015). Menurutnya dua jenis tantangan tersebut adalah tantangan internal dan eksternal.
Agar Indonesia bisa mempunyai daya saing maka dua jenis tantangan tersebut harus bisa diatasi secara optimal. Jika kita lalai dalam menghadapi dua tantangan ini, Indonesia hanya akan dijadikan users oleh asing sedangkan kemampuan Indonesia untuk menjadi basic production secara perlahan akan hilang.
Tantangan eksternal yang akan dihadapi Indonesia dalam MEA adalah pertama, tingkat persaingan perdagangan yang semakin ketat dimana sektor pemasaran barang dan jasa diantara negara di kawasan ASEAN semakin tajam.
Negara di kawasan ASEAN akan menghasilkan produk produk andalan mereka untuk dipamerkan dalam MEA sehingga persaingan untuk menjadi yang terbaik tidak bisa dikompromi lagi.
Tantangan eksternal kedua adalah Indonesia harus bisa meningkatkan daya tarik investasi agar pertumbuhan ekonomi semakin stabil.
Berdasarkan data World Economic Forum, Indonesia masih menjadi negara yang diminati investor asing untuk berinvestasi namun Singapura selalu berada di posisi kedua, dari data 2010 dan 2011, porsi investasi asing yang masuk ke Indonesia tahun 2010 dan 2011 adalah 15,2% dan 16,3% sedangkan porsi investasi asing yang masuk ke Singapura tahun 2010 dan 2011 adalah 10,1% dan 7,01%.
Jika pemerintah tidak mencari terobosan baru dalam meningkatkan daya tarik investasi maka bisa saja Singapura menduduki posisi pertama sebagai negara yang paling layak investasi di ASEAN dalam fase MEA karena dari tahun ke tahun Singapura selalu berada di belakang Indonesia.
Untuk tantangan internal adalah masih rendahnya pemahaman dan pengetahuan stakeholder baik pemerintah pusat, daerah dan akademisi tentang MEA. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Bappenas tahun 2012, sebanyak 96% koresponden yang terdiri dari pemerintah daerah dan akademisi belum mengetahui tentang MEA yang akan dilaksanakan pada 2015.
Tantangan internal lainnya, adalah kebanyakan daerah di Indonesia masih belum siap menghadapi MEA 2015, hal tersebut ditandai dengan masih banyaknya pemda yang belum menyiapkan kerangka regulasi kebijakan atau program serta masih belum optimalnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Agar Indonesia bisa mempunyai daya saing dalam MEA 2015 maka semua tantangan baik internal maupun eksternal harus segera diatasi secepat mungkin.
Untuk tantangan eksternal, solusi terbaik adalah memilih sektor yang benar benar menjadi prioritas baik dalam hal perdagangan dan investasi serta menjaga momentum Indonesia sebagai negara yang layak investasi.
Sedangkan untuk tantangan internal, solusi yang tepat adalah memberikan edukasi dan sosialisasi kepada semua stakeholder tentang pentingnya MEA 2015 untuk meningkatkan perekonomian dan stabilitas nasional.

Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean
Ekonomi ASEAN pada saat sekarang masih dibayangi oleh ketidakpastian pertumbuhan, ekonominya walaupun masih terlihat dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi beberapa Negara ASEAN tahun 2004. Sedangkan Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 akan mencapai 5,7 persen. Angka ini berarti meningkat dibandingkan prediksi semula sebesar 5,5 persen tahun 2004. Dampak ketidakpastian tersebut disebabkan oleh lonjakan harga minyak dunia. Selain itu ketidakstabilan nilai tukar mata uang. Sehingga ketidakpastian tersebut, juga akan mengganggu proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.
Pertumbuhan ekonomi ASEAN yang cukup tinggi selama tahun 2004 tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya permintaan eksternal dan naiknya harga komoditas non-minyak. Kenaikan harga minyak saat ini akan memberikan dampak yang lebih besar pada ekonomi ASEAN. Kenaikan harga minyak tersebut diperkirakan akan menekan nilai tukar di kawasan ASEAN dan meningkatkan tekanan inflasi. Selain dari itu perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Cina yang menjadi mitra dagang utama negara ASEAN diperkirakan akan memberikan dampak yang cukup signifikan di kawasan ASEAN.
Dari beberapa negara ASEAN, hanya Indonesia dan Kamboja yang revisi pertumbuhan ekonominya dinaikkan. Pertumbuhan ekonomi Thailand direvisi dari 5,6 persen menjadi 4 persen. Malaysia direvisi dari 5,7 persen menjadi 5,1 persen. Filipina direvisi dari 5 persen menjadi 4,7 persen. Sementara Vietnam tetap di kisaran 7,6 persen. Faktor menyebabkan pertumbuhan ekonomi ASEAN bergerak melemah. Misalnya saja Filipina dan Thailand yang cukup terpukul oleh tingginya harga minyak dan gagal panen. Filipina plus Malaysia juga tertekan oleh melambatnya sektor elektronik dunia. Namun khusus untuk Indonesia, ADB menilai faktor-faktor negatif tersebut bisa ditutupi oleh membaiknya iklim investasi. Sementara Vietnam tertolong oleh tingkat pertumbuhan yang baik. Secara keseluruhan, ADB merevisi pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara turun menjadi 5 persen, dari semula 5,4 persen. ADB juga menyebutkan, karena kebanyakan negara Asia adalah net importir minyak dan juga digolongkan sebagai kawasan yang tidak efisien dalam penggunaan energi, maka kawasan Asia sangat rentan oleh kenaikan harga minyak dunia.
The Global Development Finance (GDF) mencatat, selama tahun 2004, sekitar 74 persen atau US$ 143,7 miliar dari total arus modal yang mengalir ke negara emerging market masuk ke Asia, termasuk ASEAN. Tingginya arus modal masuk ini terutama disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keterbukaan ekonomi, penerapan kebijakan ekonomi yang market friendly dan prospek ekonomi yang dinilai baik. Meskipun mendapat keuntungan dari masuknya modal (capital inflow) yang sebagian besar di antaranya dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI), arus modal juga telah meningkatkan kerentanan terhadap mata uang negara ASEAN. Berdasarkan kepada teori ekonomi dan penelitian sebelumnya, terdapat dua bentuk hubungan antara FDI dengan perdagangan antar negara iaitu sama ada (1) FDI merupakan pengganti atau pelengkap kepada perdagangan antar negara, atau (2) FDI menjadi penyebab kepada perdagangan antar negara atau sebaliknya. Karena FDI dianggap sebagai satu pemicu pertumbuhan ekonomi khususnya melalui pertumbuhan sektor ekspor dan import, menyediakan peluang pekerjaan, transfer teknologi dan sebagainya Foreign direct investment semenjak masuknya ke negara ASEAN tahun 2002 disebabkan semakin menguatnya stabilitas ekonomi dan pasar baik di pasar uang maupun pasar modal. Mengenai perkembangan perekonomian ASEAN-5 yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Philipina semakin tumbuh dan berkembang. Sedangkan perekonomian ASEAN-4 yang terdiri dari Kamboja, Laos, Myamar dan Vietnam serta Brunei Darusalam semakin terbuka dan tumbuh. Investasi Langsung Luar negeri (FDI) dan perkembangan perdagangan di dunia wujud di negara-negara ASEAN, karena menarik FDI dari negara maju di samping meningkatkan investasi dan perdagangan antar ASEAN.
Oleh karena itu Bank Indonesia memberikan langkah-langkah inisiatif bagi ekonomi nasional (Indonesia) kedepananya, yang pertama di bidang moneter yang terdiri dari 3 inisiatif yaitu memperdalam pasar keuangan domestik, memperkuat efektivitas penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) dan membangun perangkat analisa kebijakan menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Kedua Inisiatif di bidang sektor riil. Perbaikan daya saing daerah untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 adalah kunci bagi perbaikan daya saing nasional di era tersebut (bank Indonesia 2008). Oleh karena itu, Bank Indonesia melihat pentingnya untuk lebih mempertajam fungsi-fungsi advisory dan fasilitasi Kantor-Kantor BI (KBI) di daerah serta pemanfaatnya sebagai pembentuk modal sosial di daerah kerjanya. Oleh karena itu, program Reorientasi KBI perlu perkuat implementasinya (Baharuddin, bank Indonesia 2008). Selain dari tu dalam memperdalam pasar keuangan domestik untuk meningkatkan daya tahan dan stabilitas sistem keuangan serta meminimalisir potensi gejolak dari pasar keuangan global, perlu adanya pasar keuangan domestik yang lebih kuat, dalam dan likuid.
Sisa krisis ekonomi 1998 yang belum juga hilang dari bumi pertiwi, masih berdampak rendahnya pertumbuhan investasi baru (khususnya arus Foreign Direct Investment) atau semakin merosotnya kepercayaan dunia usaha, yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut karena buruknya infrastruktur ekonomi, instabilitas makro-ekonomi, ketidakpastian hukum dan kebijakan, ekonomi biaya tinggi dan lain-lain. Pemerintah tidak bisa menunda lagi untuk segera berbenah diri, jika tidak ingin menjadi sekedar pelengkap di AEC 2015. Keberhasilan tersebut harus didukung oleh komponen-komponen lain di dalam negeri. Masyarakat bisnis Indonesia diharapkan mengikuti gerak dan irama kegiatan diplomasi dan memanfaatkan peluang yang sudah terbentuk ini. Diplomasi Indonesia tidak mungkin harus menunggu kesiapan di dalam negeri. Peluang yang sudah terbuka ini, kalau tidak segera dimanfaatkan, kita akan tertinggal, karena proses ini juga diikuti gerak negara lain dan hal itu terus bergulir. Kita harus segera berbenah diri untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia yang kompetitif dan berkulitas global. Menuju tahun 2015 tidaklah lama, Sudah siapkah kita akan Tantangan dan peluang bagi kalangan profesional muda kita/mahasiswa untuk tidak terbengong-bengong menyaksikan lalu-lalang tenaga asing di wilayah kita?.
Tantangan Indonesia kedepan adalah mewujudkan perubahan yang berarti bagi kehidupan keseharian masyarakatnya. Semoga seluruh masyarakat Indonesia kita ini bisa membantu untuk mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar kita bisa segera mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.


Ref :
ditjenkpi.kemendag.go.id
bunghatta.ac.id
theglobejournal.com
hukumonline.com
antaranews.com
asean.org
books.google.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar