Rabu, 23 Oktober 2013

Pemerintah Realistis Hadapi Perkembangan Ekonomi Terkini


Pemerintah saat ini lebih realistis dalam menyikapi perkembangan situasi perekonomian nasional terkini yang mengalami gejolak akibat pelemahan rupiah dan anjloknya bursa saham. Perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dipengaruhi kondisi ekonomi global yang masih belum menentu. Negara-negara maju dan berkembang telah melakukan revisi ke bawah terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini dan tahun depan karena kondisi global makin melambat. Harga komoditas dunia juga masih belum tinggi sehingga ekspor, meskipun diperkirakan lebih tinggi dari 2013, belum cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi tahun depan.

Kondisi tersebut membuat Pemerintah tidak mungkin dapat mencapai angka pertumbuhan ekonomi tinggi dan laju inflasi rendah pada tahun 2014 sebagai upaya memenuhi target dalam RPJMN 2010-2014. Untuk itu, Pemerintah dan DPR RI dalam pembahasan RAPBN 2014 perlu membangun kesepakatan baru mengenai asumsi pertumbuhan ekonomi tahun depan yang ditetapkan sebesar 6,4 persen dan laju inflasi 4,5 persen. Pemerintah dan DPR perlu membangun kesepakatan yang lebih realistis dalam menetapkan asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi basis perhitungan APBN 2014, terutama pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, dan nilai tukar dengan memperhitungan kondisi global dan domestik terkini.

Terkait dengan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan koordinasi di pusat dan daerah agar lebih efektif, dan diarahkan untuk dapat mengatasi kendala struktural yang selama ini menghambat pengendalian inflasi. Pemerintah dan Bank Indonesia juga berupaya untuk menjamin ketersediaan pasokan komoditas pangan di pasar domestik, serta meningkatkan pasokan dan produksi bahan pangan dari sumber dalam negeri. Sementara itu, untuk menjawab tantangan dan antisipasi perkembangan ekonomi global, Pemerintah telah menyiapkan antisipasi terhadap krisis yang mungkin terjadi, terutama untuk menghindarkan Indonesia dari middle income trap. Untuk mempertahankan daya beli dan penguatan pasar domestik, Pemerintah melakukan langkah 'keep buying strategy' dengan penyiapan paket stimulus untuk mencegah PHK dan mengendalikan inflasi agar daya beli terjaga.

Pemerintah juga menganggarkan dana cadangan risiko fiskal sebagai langkah antisipasi apabila asumsi makro berbeda dengan realisasi dan menghambat pelaksanaan realisasi langkah kebijakan serta berpengaruh negatif terhadap APBN 2014. Pemerintah dalam RAPBN 2014 menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,4 persen, laju inflasi 4,5 persen, nilai tukar rupiah Rp 9.750 per dolar AS, suku bunga SPN tiga bulan 5,5 persen, harga ICP minyak 106 dolar AS per barel, lifting minyak 870.000 barel per hari, dan lifting gas 1.240 ribu barel per hari setara minyak.

Langkah-langkah yang diambil pemerintah

A.     Untuk memperbaiki Neraca Transaksi Berjalan (Current Account Deficit) dan Menjaga Nilai Tukar Rupiah, Pemerintah akan:

1.      Mendorong ekspor, dengan memberikan additional deduction tax untuk sektor padat karya yang memiliki ekspor (minimal 30% dari total produksi).
2.      Menurunkan impor migas, dengan meningkatkan porsi biodiesel dalam porsi solar sehingga akan mengurangi konsumsi solar. Kebijakan ini akan menurunkan impor migas secara signifikan.
3.      Menetapkan Pengenaan pajak barang mewah yang berasal dari import seperti mobil CBU, branded product sebesar tambahan 25%sampai dengan 50%.
4.      Mendorong export mineral dengan memberikan relaksasi prosedur yang terkait dengan kuota dan CnC;

B.      Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat,pemerintah akan memberikan insentif, dengan tetap memastikan bahwa fiscal deficit 2.38%. Dengan menjaga deficit pada batas aman ini, maka pemerintah memastikan pembiayaan APBN-P 2013 dalam kondisi aman. Insenstif yang akan diberikan adalah sebagai berikut:

1.      Insentif yang akan diberikan dalam jangka pendek:
·         Memberikan additional deduction untuk industri padat karya berioentasi domestik dan padat karya berorientasi export (minimal 30%) seperti textile, garment, mainan, sepatu.
·         Memberikan relaksasi pembatasan fasilitas kawasan berikat untuk produk domestik.
·         Penghapusan PPN buku.
·         Penghapusan PPn BM untuk produk dasar yang sudah tidak tergolong barang mewah.
·         Mengarahkan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk mencegah terjadinya PHK, dengan skema kenaikan UMP mengacu pada KHL, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi dengan membedakan kenaikan untuk Upah Minimum Industri UMKM dan Indistri Padat karya dengan Industri Padat Modal.

2.      Insentif yang akan diberikan dalam jangka menengah:
·         Additional deduction untuk R&D.
·         Mengoptimalkan penggunaan tax allowances untuk insentif investasi.

C.      Untuk menjaga tingkat Inflasi,Pemerintah akan berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Dari sisi pemerintah untuk mengatasi inflasi harga bergejolak (volatile food) yang muncul akhir-akhir ini, maka pemerintah akan mengubah tata niaga daging sapi dan produk holtikutura dari pembatasan kuantitas atau kuota menjadi mekanisme yang mengandalkan harga.

D.     Untuk mempercepat investasi,Pemerintah akan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Menyederhanakan Perijinan dengan mengefektifkan fungsi pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) dan menyederhanakan jenis-jenis perijinan yang menyangkut kegiatan investasi. Saat ini sudah dirumuskan penyederhanaan perijinan di bidang investasi hulu migas dari 69 jenis perijinan menjadi 8 perijinan.
2.      Mempercepat penerbitan Revisi Peraturan Presiden tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) yang lebih ramah kepada investor.
3.      Mempercepat program-program investasi berbasis agro (CPO, Kakao, Rotan), Mineral Logam (Bauksit, Nikel dan Tembaga) dengan memberikan insentif fiskal berupa Tax Hoiiday dan Tax Allowance serta percepatan renegosiasi kontrak karya dan PKP2B.
4.      Debotlenecking penyelesaian masalah proyek-proyek investasi strategis yang menjadi proyek pembangkit tenaga listrik, migas, pertambangan mineral, infrastruktur.


Ref :
republika.co.id
ekon.go.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar